Filsafat Aliran Essensialisme
A. Aliran Esensialisme
Aliran Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans.
B. Ciri-ciri Utama
Bagi aliran ini “Education as Cultural Conservation”, pendidikan sebagai pemelihara kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran Essentialisme dianggap para ahli sebagai “Conservative road to culture”, yakni aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia.
Essentialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan demikian, ialah essensia yang mampu pula mengemban hari kini dan masa depan umat manusia.
Kebudayaan sumber itu tersimpul dalam ajaran para filosof ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka bersifat kekal, monumental.
Kesalahan dari kebudayaan moderen sekarang Essensialisme ialah kecenderungannya, bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak kita ingini sekarang, hanya dapat diatasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, ialah kembali ke jalan yang telah ditetapkan itu. Hanya dengan demikian, kita boleh optimis dengan masa depan kita, masa depan kebudayaan umat manusia.
Pemikir-pemikir besar yang telah dianggap sebagai peletak dasar asas-asas filsafat aliran ini, terutama yang hidup pada zaman klasik: Plato, Aristoteles, dan Democritus. Plato sebagai bapak Objective-Idealisme adalah pula peletak teori-teori modern dalam Essentialisme. Sedangkan Aristotes dan Democritus, keduanya Bapak Objective-Realisme. Kedua ide filsafat itulah yang menjadi latar belakang thesis-thesis Essentialisme.
Yang amat dominan dalam Essentialisme tidak hanya filsafat klasik tersebut. Malahan lebih-lebih ajaran-ajaran filosof pada zaman Renaissance, merupakan sokoguru aliran ini. Brameld menulis ciri utama Essentialisme itu sebagai berikut:
“Pandangan-pandangan filsafat yang kuno dan absolutisme pandangan abad-abad pertengahan tercermin dalam otoritasnya yang tidak dapat ditantang, otoritas gereja yang dogmatis, dimana pengikut Essentialisme modern bertujuan mengusahakan suatu sistematika, konsepsi tentang manusia dan alam semesta yang secepat mungkin cocok bagi kebutuhan zaman dan lembaga-lembaga modern.”
Essensialisme merupakan paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme. Praktek filsafat pendidikan essensialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibandingkan jika ia hanya mengambil posisi sepihak dari salah satu aliran yang ia sintesiskan.