Solo (ANTARA News) - Pendidikan nasional telah kehilangan roh karena ditinggalkannya fungsi character and nation building dan hanya mengejar perkembangan intelektualitas saja.
Mantan KASAD Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto mengatakan hal itu pada
orasi Dies Natalis XXIX UNiversitas Slamet Riyadi Surakarta (Unisri) di
Kampus Kadipiro, Solo, Sabtu.
"Anak
didik sekarang dicetak menjadi robot-robot pintar, atau pekerja-pekerja
intelektual bahkan kuli-kuli produktif saja. Perkembangan bakat dan
kepribadian serta budi pekertinya dikesampingkan," kata Tyasno.
Lebih
lanjut, Tyasno juga menyesalkan pendidikan yang kini dipisahkan dari
budaya bangsa dan malah dikomersialisasikan, sehingga banyak anak-anak
bangsa yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena mahal.
"Kini pendidikan disamakan dengan lahan bisnis, padahal pendidikan itu
harus memerdekakan jiwa, pikiran dan tenaga anak didik," katanya.
Tyasno
juga mengemukakan "kebudayaan yang adiluhung terdesak dan terkikis oleh
faham individualisme dan materialisme. Persatuan dan kesatuan serta
semangat Bhineka Tunggal Ika diganti dengan semangat kompetitif yang
berlebihan sehingga mengancam keutuhan bangsa."
Dia mengkritik
kepemilikan asing di sektor keuangan yang diizinkan sampai 99 persen,
di sektor komunikasi 98 persen, perhubungan 95 persen, sektor eceran
sembilan bahan pokok 95 persen dan untuk sektor perkebunan kepemilikan
asing bisa sampai 95 persen, begitu juga untuk air minum 95 persen.
"Ekonomi
dan keuangan bangsa ini tidak terasa sebagian besar telah oleh kekuatan
asing. Hal itu dimungkinkan terjadi karena peraturan-peraturannya telah
bergeser justru berpihak kepada sing, bukan kepada rakyat," katanya.
Menurut Tyasno, aturan-aturan hukum yang menguntungkan asing telah membuka peluang masuknya kekuatan asing di segala bidang.
"Inilah cara ampuh negara penjajah menancapkan kuku-kukunya di Tanah
Air kita lantas menghisap semua kekayaan alam, ekonomi dan
menghancurkan budaya kita," katanya.
Mantan KASAD Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto mengatakan hal itu pada
orasi Dies Natalis XXIX UNiversitas Slamet Riyadi Surakarta (Unisri) di
Kampus Kadipiro, Solo, Sabtu.
"Anak
didik sekarang dicetak menjadi robot-robot pintar, atau pekerja-pekerja
intelektual bahkan kuli-kuli produktif saja. Perkembangan bakat dan
kepribadian serta budi pekertinya dikesampingkan," kata Tyasno.
Lebih
lanjut, Tyasno juga menyesalkan pendidikan yang kini dipisahkan dari
budaya bangsa dan malah dikomersialisasikan, sehingga banyak anak-anak
bangsa yang tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena mahal.
"Kini pendidikan disamakan dengan lahan bisnis, padahal pendidikan itu
harus memerdekakan jiwa, pikiran dan tenaga anak didik," katanya.
Tyasno
juga mengemukakan "kebudayaan yang adiluhung terdesak dan terkikis oleh
faham individualisme dan materialisme. Persatuan dan kesatuan serta
semangat Bhineka Tunggal Ika diganti dengan semangat kompetitif yang
berlebihan sehingga mengancam keutuhan bangsa."
Dia mengkritik
kepemilikan asing di sektor keuangan yang diizinkan sampai 99 persen,
di sektor komunikasi 98 persen, perhubungan 95 persen, sektor eceran
sembilan bahan pokok 95 persen dan untuk sektor perkebunan kepemilikan
asing bisa sampai 95 persen, begitu juga untuk air minum 95 persen.
"Ekonomi
dan keuangan bangsa ini tidak terasa sebagian besar telah oleh kekuatan
asing. Hal itu dimungkinkan terjadi karena peraturan-peraturannya telah
bergeser justru berpihak kepada sing, bukan kepada rakyat," katanya.
Menurut Tyasno, aturan-aturan hukum yang menguntungkan asing telah membuka peluang masuknya kekuatan asing di segala bidang.
"Inilah cara ampuh negara penjajah menancapkan kuku-kukunya di Tanah
Air kita lantas menghisap semua kekayaan alam, ekonomi dan
menghancurkan budaya kita," katanya.