PROFILE DAN KARYA:
demikian nama lengkapnya, lahir di Solo, Jawa Tengah pada 7 November
1935. Kemungkinan besar jenazah Rendra akan dimakamkan malam ini juga.
"Kemungkinan malam ini juga akan dimakamkan di Bengkel (Bengkel Teater,
Citayam)," kata salah satu sahabat Rendra, Edi Haryono saat dihubungi,
Kamis (6/8/2009). Edo Haryono adalah salah seorang anggota senior
Bengkel Teater. "Namun keluarga masih akan membahas untuk
kepastiannya," imbuh Edi.
Saat ini, menurut Edi, jenazah Rendra akan dibawa ke rumah salah satu
putrinya di Perumahan Pesona Depok. "Untuk dimandikan dan kemudian
disemayamkan di citayam, Cipayung," kata Edi.
Penyair bersuara serak ini sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Mitra
Keluarga, Kelapa Gading. Rendra masuk rumah sakit akibat jantung
koroner yang dia alami.
Sebelumnya pria kelahiran Solo tahun 1935 itu sempat dirawat di RS
Cinere sejak Kamis, 25 Juni. Namun karena kondisinya tidak membaik,
Rendra lantas dirujuk ke RS Harapan Kita, lalu dirujuk lagi ke RS Mitra
Keluarga.
- Spoiler:
- Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir di Solo, Jawa Tengah, 7
November 1935; umur 73 tahun) adalah penyair ternama yang kerap
dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di
Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok.
Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di
berbagai majalah.
Masa kecil
Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan
Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa
Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping
sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di
keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di
kota kelahirannya itu
Pendidikan
* TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
* SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
* Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tidak tamat.
* mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).
Rendra sebagai sastrawan
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP.
Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi,
cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya
menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan
beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang
sangat berbakat.
Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952
melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir
menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis,
Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat
dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun
60-an dan tahun 70-an.
"Kaki Palsu" adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan
“Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat
penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di
SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof.
A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989),
berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra
tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti
Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya
terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di
luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya
The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The
Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner
Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the
Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry
Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992),
dan Tokyo Festival (1995).
Bengkel Teater
Pada tahun 1961, sepulang dari Amerika Serikat, Rendra mendirikan grup
teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi
lagi ke Amerika Serikat. Ketika kembali lagi ke Indonesia (1968), ia
membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel Teater. Bengkel
Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam
kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih
berdiri dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.
Penelitian tentang karya Rendra
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar
perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan
menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang
berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”. Karya
Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama
Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras
Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der
Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in
Berlin: Hamburg 1977.
Penghargaan
* Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
* Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
* Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
* Hadiah Akademi Jakarta (1975)
* Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
* Penghargaan Adam Malik (1989)
* The S.E.A. Write Award (1996)
* Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Kontroversi pernikahan, masuk Islam dan julukan Burung Merak
Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti
Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra
mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel
Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah
Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton
Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di
Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya,
antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.
Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi
istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya
kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo
Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang
tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang
pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang
pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam
lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua
kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970,
dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.
Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis
seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan
tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam
sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan
pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya
dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam
bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini:
kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada
Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak
individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang
menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.
Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra
dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia
menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang
rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta.
Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya,
Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!.
Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari
Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi
Srikandi, dan Rachel Saraswati
Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan
mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak:
Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar
mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan
Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.
Beberapa karya
Drama
* Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
* Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata)
* SEKDA (1977)
* Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 2 kali)
* Mastodon dan Burung Kondor (1972)
* Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
* Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
* Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul "Oedipus Rex")
* Lisistrata (terjemahan)
* Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
* Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
* Kasidah Barzanji (dimainkan dua kali)
* Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux
asli dalam bahasa Prancis: "La Guerre de Troie n'aura pas lieu")
* Panembahan Reso (1986)
* Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)
Sajak/Puisi
* Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
* Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
* Blues untuk Bonnie
* Empat Kumpulan Sajak
* Jangan Takut Ibu
* Mencari Bapak
* Nyanyian Angsa
* Pamphleten van een Dichter
* Perjuangan Suku Naga
* Pesan Pencopet kepada Pacarnya
* Potret Pembangunan Dalam Puisi
* Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
* Rick dari Corona
* Rumpun Alang-alang
* Sajak Potret Keluarga
* Sajak Rajawali
* Sajak Seonggok Jagung
* Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
* State of Emergency
* Surat Cinta
demikian nama lengkapnya, lahir di Solo, Jawa Tengah pada 7 November
1935. Kemungkinan besar jenazah Rendra akan dimakamkan malam ini juga.
"Kemungkinan malam ini juga akan dimakamkan di Bengkel (Bengkel Teater,
Citayam)," kata salah satu sahabat Rendra, Edi Haryono saat dihubungi,
Kamis (6/8/2009). Edo Haryono adalah salah seorang anggota senior
Bengkel Teater. "Namun keluarga masih akan membahas untuk
kepastiannya," imbuh Edi.
Saat ini, menurut Edi, jenazah Rendra akan dibawa ke rumah salah satu
putrinya di Perumahan Pesona Depok. "Untuk dimandikan dan kemudian
disemayamkan di citayam, Cipayung," kata Edi.
Penyair bersuara serak ini sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Mitra
Keluarga, Kelapa Gading. Rendra masuk rumah sakit akibat jantung
koroner yang dia alami.
Sebelumnya pria kelahiran Solo tahun 1935 itu sempat dirawat di RS
Cinere sejak Kamis, 25 Juni. Namun karena kondisinya tidak membaik,
Rendra lantas dirujuk ke RS Harapan Kita, lalu dirujuk lagi ke RS Mitra
Keluarga.