DENGAN populasi 7 juta jiwa, Hong Kong merupakan kota terpadat nomor
empat di dunia. Di bekas kolonial Inggris itu, orang selalu kesulitan
menemukan tempat lapang seperti taman ataupun tempat untuk sejenak
berleha-leha.
Bahkan, untuk bisa "beristirahat" setelah meninggal pun, mereka
kesulitan dan harus antre. Di Hong Kong, sekira 40.000 orang meninggal
tiap tahunnya, sedangkan lahan yang ada hanya bisa menampung sekira 11
persen untuk orang yang meninggal pada 2007. Tempat-tempat untuk
mengkremasi jenazah pun makin sempit.
Dengan kondisi seperti ini, tidak mengherankan bila masih ada 50.000
keluarga yang memilih mengistirahatkan keluarganya di pemakaman rumah
atau kantor sembari menunggu ada columbarium (pemakaman di atas tanah
untuk abu kremasi) kosong. Pada Selasa (14/4), pemerintah membuka
permohonan untuk tempat kremasi baru di Diamond Hilal, yang merupakan
tempat pemakaman terluas di sana.
Di tempat ini, masih ada 18.500 columbarium yang kosong. Namun, dalam
sekejap, permohonan ini ludes karena diserbu peminat. Pada hari
pembukaannya saja, ada 1.000 orang yang mengantre. "Saya harap kali ini
bisa menemukan tempat sehingga ayah saya bisa beristirahat selamanya
dengan tenang," kata Raymond Wong yang harus mengantre selama tiga jam
sebelum mengembalikan surat permohonan mereka.
Untuk menyelesaikan permasalahan minimnya lahan pemakaman, Pemerintah
Hong Kong sebenarnya sudah membuat 37.000 columbarium baru yang akan
digunakan hingga 2012. Angka ini hanya bisa menampung jumlah orang yang
meninggal dalam satu tahun. Berdasarkan perkiraan pemerintah, hingga
2016, lebih dari setengah orang yang meninggal di Hong Kong tidak bisa
menemukan tempat peristirahatan.
Alhasil, daftar tunggu pun semakin bertumpuk. Di Hong Kong, makam
permanen sangat jarang dan harganya pun selangit, hingga USD30.000
(sekira Rp330 juta). Rata-rata sewa tempat makam di sana bernilai
USD3.000 (sekira Rp33 juta) yang digunakan untuk jangka waktu selama 10
tahun. Setelah itu, keluarga bisa memperbaharui sewa atau memberikan
tempat itu bagi orang lain.
Bagi keluarga yang memiliki kerabat di luar negeri, mereka lebih
memilih untuk menguburkan jenazah keluarganya di luar Hong Kong,
misalnya di Kanada dan Amerika Serikat. Karena banyaknya peminat,
bisnis joki permakaman tumbuh subur.Tahun lalu saja, pemerintah
menangkap 18 supervisor pemakaman karena menerima isu suap.
Mereka terbukti menggali jenazah yang ada di sana sebelum terurai sempurna.
Kendati kekurangan lahan pemakaman, warga Hong Kong justru menolak
rencana pemerintah yang berniat memperbanyak colambarium. Pasalnya,
pembangunan ini berkonsekuensi mendekatkan rumah mereka dengan tempat
pemakaman.
Sumber : international.okezone
empat di dunia. Di bekas kolonial Inggris itu, orang selalu kesulitan
menemukan tempat lapang seperti taman ataupun tempat untuk sejenak
berleha-leha.
Bahkan, untuk bisa "beristirahat" setelah meninggal pun, mereka
kesulitan dan harus antre. Di Hong Kong, sekira 40.000 orang meninggal
tiap tahunnya, sedangkan lahan yang ada hanya bisa menampung sekira 11
persen untuk orang yang meninggal pada 2007. Tempat-tempat untuk
mengkremasi jenazah pun makin sempit.
Dengan kondisi seperti ini, tidak mengherankan bila masih ada 50.000
keluarga yang memilih mengistirahatkan keluarganya di pemakaman rumah
atau kantor sembari menunggu ada columbarium (pemakaman di atas tanah
untuk abu kremasi) kosong. Pada Selasa (14/4), pemerintah membuka
permohonan untuk tempat kremasi baru di Diamond Hilal, yang merupakan
tempat pemakaman terluas di sana.
Di tempat ini, masih ada 18.500 columbarium yang kosong. Namun, dalam
sekejap, permohonan ini ludes karena diserbu peminat. Pada hari
pembukaannya saja, ada 1.000 orang yang mengantre. "Saya harap kali ini
bisa menemukan tempat sehingga ayah saya bisa beristirahat selamanya
dengan tenang," kata Raymond Wong yang harus mengantre selama tiga jam
sebelum mengembalikan surat permohonan mereka.
Untuk menyelesaikan permasalahan minimnya lahan pemakaman, Pemerintah
Hong Kong sebenarnya sudah membuat 37.000 columbarium baru yang akan
digunakan hingga 2012. Angka ini hanya bisa menampung jumlah orang yang
meninggal dalam satu tahun. Berdasarkan perkiraan pemerintah, hingga
2016, lebih dari setengah orang yang meninggal di Hong Kong tidak bisa
menemukan tempat peristirahatan.
Alhasil, daftar tunggu pun semakin bertumpuk. Di Hong Kong, makam
permanen sangat jarang dan harganya pun selangit, hingga USD30.000
(sekira Rp330 juta). Rata-rata sewa tempat makam di sana bernilai
USD3.000 (sekira Rp33 juta) yang digunakan untuk jangka waktu selama 10
tahun. Setelah itu, keluarga bisa memperbaharui sewa atau memberikan
tempat itu bagi orang lain.
Bagi keluarga yang memiliki kerabat di luar negeri, mereka lebih
memilih untuk menguburkan jenazah keluarganya di luar Hong Kong,
misalnya di Kanada dan Amerika Serikat. Karena banyaknya peminat,
bisnis joki permakaman tumbuh subur.Tahun lalu saja, pemerintah
menangkap 18 supervisor pemakaman karena menerima isu suap.
Mereka terbukti menggali jenazah yang ada di sana sebelum terurai sempurna.
Kendati kekurangan lahan pemakaman, warga Hong Kong justru menolak
rencana pemerintah yang berniat memperbanyak colambarium. Pasalnya,
pembangunan ini berkonsekuensi mendekatkan rumah mereka dengan tempat
pemakaman.
Sumber : international.okezone