Pengertian Emosi
Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri
individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah
laku yang tampak.
Emosi adalah warna afektif yang kuat dan
disertai oleh perubahan-perubahan pada fisik.Pada saat terjadi emosi
sering kali terjadi perubahan-perubahan pada fisik antara lain :
1. Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona
2. Peredaran darah : bertambah cepat bila marah
3. Denyut jantung : bertambah cepat bila terkejut
4. Pernafasan : bernafas panjang kalau kecewa
5. Pupil mata : membesar bila marah
6. Liur : mengering kalau takut atau tegang
7. Bulu roma : berdiri kalau takut
8. Pencernaan : mencret-mencret kalau tegang
9. Otot : menegang dan bergetar saat ketakutan atau tegang
10. komposisi darah : akan ikut berubah karena emosi yang menyebabkan kalenjar-kalenjar lebih aktif.
Karakteristik Emosi Remaja
Masa
remaja secara tradisional dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”,
dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik
dan kalenjar. Namun tidak semua remaja menjalani masa badai dan
tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami
ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha
penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.
Pola
emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis yang
secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira,
amarah, takut, sedih dan lainnya lagi. Perbedaannya terletak pada macam
dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan khususnya pola
pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
• Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun
1. Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka
2. Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri
3. Kemarahan biasa terjadi
4. Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri
5. Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif
• Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun
1. “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa
2. Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
3. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja
Sejumlah
penelitian tentang emosi remaja menunjukan bahwa perkembangan emosi
mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan
dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi
perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan
untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dimana itu
menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Kemampuan mengingat juga
mempengaruhi reaksi emosional. Dan itu menyebabkan anak-anak menjadi
reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada
usia yang lebih muda.
Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain yaitu :
1. Belajar dengan coba-coba
Anak
belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk
perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak
perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak
memberikan kepuasan.
2. Belajar dengan cara meniru
Dengan
cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak
bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang
yang diamatinya.
3. Belajar dengan mempersamakan diri
Anak
menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan
emosional yang kuat dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang
lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama.
4. Belajar melalui pengkondisian
Dengan
metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi
emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. penggunaan
metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan
tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.
5. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Dengan
pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasa membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak
bereaksi secara emosional yang tidak menyenangkan.
Anak
memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia
beranjak dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Mendekati
berakhirnya remaja, seorang anak telah melewati banyak badai emosional,
ia mulai mengalami keadaan emosional yang lebih tenang dan telah
belajar dalam seni menyembunyikan perasaan-perasaannya. Jadi, emosi
yang ditunjukan mungkin merupakan selubung yang disembunyikan.
Contohnya, seorang yang merasa ketakutan tetapi menunjukan kemarahan,
dan seseorang yang sebenarnya hatinya terluka tetapi ia malah tertawa,
sepertinya ia merasa senang.
Para remaja semasa kanak-kanak,
mereka diberitahu atau diajarkan untuk tidak menunjukan
perasaan-perasaannya, entah perasaan takut ataupun sedih. Akhirnya
seringkali mereka takut dan ingin menangis tetapi tidak berani
menunjukan perasaan tersebut secara terang-terangan. Kondisi-kondisi
kehidupan atau kulturlah yang menyebabkan mereka merasa perlu
menyembunyikan perasaan-perasaannya. Tidak hanya perasaan-perasaannya
terhadap orang lain saja, namun pada derajat tertentu bahkan ia dapat
kehilangan atau tidak merasakan lagi.
Dengan bertambahnya umur,
menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya
pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang
pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.
Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi Remaja
Dengan
meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lunak karena
mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang
berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang
menyenangkan lainnya. Adapun karena anak-anak mengekang sebagian
ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung berahan lebih lama
daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh kerena
itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda.
Dan
perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu
dan taraf kemampuan intelektualnya. Anak yang sehat cenderung kurang
emosional dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. Jika dilihat
sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih
emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak
yang kurang pandai bereaksi. Tetapi sebaliknya mereka lebih dapat mampu
mengendalikan emosi.
Dalam sebuah keluarga, anak laki-laki lebih
sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis
kelamin mereka. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di kalangan
keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih umum terdapat di kalangan
keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan kemarahan lebih umum dan lebih
kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang lahir
kemudian dalam keluarga yang sama.
Cara mendidik yang otoriter
mendorong perkembangan emosi kecemasan dan takut, sedangkan cara
mendidik yang permisif atau demokratis mendorong berkembangnya semangat
dan rasa kasih sayang. Anak-anak dari keluarga yang berstatus sosial
ekonomi rendah cenderung lebih mengembangkan rasa takut dan cemas
dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang berstatus
sosial ekonomi tinggi.
Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku
Rasa
takut atau marah dapat menyebabkan seseorang gemetar. Dalam ketakutan,
mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah
atau tekanan darah, dan sistem pencernaan mungkin berubah selama
pemunculan emosi. Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi
sebagai alat pembantu untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak senang
akan menghambat atau mengganggu proses pencernaan.
Peradangan di
dalam perut atau lambung, diare, dan sembelit adalah keadaan-keadaan
yang dikenal karena terjadinya berhubungan dengan gangguan emosi.
Keadaan emosi yang normal sangat bermanfaat bagi kesehatan. Gangguan
emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan dalam berbicara. Ketegangan
emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Banyak
situasi yang timbul di sekolah atau dalam suatu kelompok yang dapat
menyebabkan seseorang menjadi tenang.
Seorang siswa tidak senang
kepada gurunya bukan karena pribadi guru, namun bisa juga disebabkan
sesuatu yang terjadi pada saat sehubungan dengan situasi kelas.
Penderitaan emosional dan frustasi mempengaruhi efektivitas belajar.
Anak sekolah akan belajar efektif apabila ia termotivasi, karena ia
perlu belajar. Setelah hal ini ada pada dirinya, selanjutnya ia akan
mengembangkan usahanya untuk dapat menguasai bahan yang ia pelajari.
Reaksi
setiap pelajar tidak sama, oleh karena itu rangsangan untuk belajar
yang diberikan harus berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi anak.
Dengan begitu, rangsangan-rangsangan yang menhasilkan perasaan yang
tidak menyenangkan akan mempengaruhi hasil belajar dan demikian pula
rangsangan yang menghasilkan perasaan yang menyenangkan akan
mempermudah siswa dalam belajar.
Referensi :
- Sarwono, Sarlito W. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press
- Hurlock, B. 1990. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga
- Gunarsa, Singgih. 1990. Dasar & Teori Perkembangan Anak. Jakarta : PT BPK Gunung mulia
Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri
individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah
laku yang tampak.
Emosi adalah warna afektif yang kuat dan
disertai oleh perubahan-perubahan pada fisik.Pada saat terjadi emosi
sering kali terjadi perubahan-perubahan pada fisik antara lain :
1. Reaksi elektris pada kulit : meningkat bila terpesona
2. Peredaran darah : bertambah cepat bila marah
3. Denyut jantung : bertambah cepat bila terkejut
4. Pernafasan : bernafas panjang kalau kecewa
5. Pupil mata : membesar bila marah
6. Liur : mengering kalau takut atau tegang
7. Bulu roma : berdiri kalau takut
8. Pencernaan : mencret-mencret kalau tegang
9. Otot : menegang dan bergetar saat ketakutan atau tegang
10. komposisi darah : akan ikut berubah karena emosi yang menyebabkan kalenjar-kalenjar lebih aktif.
Karakteristik Emosi Remaja
Masa
remaja secara tradisional dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”,
dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik
dan kalenjar. Namun tidak semua remaja menjalani masa badai dan
tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami
ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha
penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.
Pola
emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis yang
secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira,
amarah, takut, sedih dan lainnya lagi. Perbedaannya terletak pada macam
dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan khususnya pola
pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
• Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun
1. Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka
2. Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri
3. Kemarahan biasa terjadi
4. Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri
5. Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif
• Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun
1. “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa
2. Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
3. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja
Sejumlah
penelitian tentang emosi remaja menunjukan bahwa perkembangan emosi
mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan
dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi
perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan
untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dimana itu
menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Kemampuan mengingat juga
mempengaruhi reaksi emosional. Dan itu menyebabkan anak-anak menjadi
reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada
usia yang lebih muda.
Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain yaitu :
1. Belajar dengan coba-coba
Anak
belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk
perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak
perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak
memberikan kepuasan.
2. Belajar dengan cara meniru
Dengan
cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak
bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang
yang diamatinya.
3. Belajar dengan mempersamakan diri
Anak
menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan
emosional yang kuat dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang
lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama.
4. Belajar melalui pengkondisian
Dengan
metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi
emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. penggunaan
metode pengkondisian semakin terbatas pada perkembangan rasa suka dan
tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.
5. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Dengan
pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasa membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak
bereaksi secara emosional yang tidak menyenangkan.
Anak
memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia
beranjak dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Mendekati
berakhirnya remaja, seorang anak telah melewati banyak badai emosional,
ia mulai mengalami keadaan emosional yang lebih tenang dan telah
belajar dalam seni menyembunyikan perasaan-perasaannya. Jadi, emosi
yang ditunjukan mungkin merupakan selubung yang disembunyikan.
Contohnya, seorang yang merasa ketakutan tetapi menunjukan kemarahan,
dan seseorang yang sebenarnya hatinya terluka tetapi ia malah tertawa,
sepertinya ia merasa senang.
Para remaja semasa kanak-kanak,
mereka diberitahu atau diajarkan untuk tidak menunjukan
perasaan-perasaannya, entah perasaan takut ataupun sedih. Akhirnya
seringkali mereka takut dan ingin menangis tetapi tidak berani
menunjukan perasaan tersebut secara terang-terangan. Kondisi-kondisi
kehidupan atau kulturlah yang menyebabkan mereka merasa perlu
menyembunyikan perasaan-perasaannya. Tidak hanya perasaan-perasaannya
terhadap orang lain saja, namun pada derajat tertentu bahkan ia dapat
kehilangan atau tidak merasakan lagi.
Dengan bertambahnya umur,
menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya
pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang
pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.
Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi Remaja
Dengan
meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lunak karena
mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang
berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang
menyenangkan lainnya. Adapun karena anak-anak mengekang sebagian
ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung berahan lebih lama
daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh kerena
itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda.
Dan
perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu
dan taraf kemampuan intelektualnya. Anak yang sehat cenderung kurang
emosional dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. Jika dilihat
sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih
emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak
yang kurang pandai bereaksi. Tetapi sebaliknya mereka lebih dapat mampu
mengendalikan emosi.
Dalam sebuah keluarga, anak laki-laki lebih
sering dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis
kelamin mereka. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di kalangan
keluarga besar, sedangkan rasa iri lebih umum terdapat di kalangan
keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan kemarahan lebih umum dan lebih
kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang lahir
kemudian dalam keluarga yang sama.
Cara mendidik yang otoriter
mendorong perkembangan emosi kecemasan dan takut, sedangkan cara
mendidik yang permisif atau demokratis mendorong berkembangnya semangat
dan rasa kasih sayang. Anak-anak dari keluarga yang berstatus sosial
ekonomi rendah cenderung lebih mengembangkan rasa takut dan cemas
dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari keluarga yang berstatus
sosial ekonomi tinggi.
Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku
Rasa
takut atau marah dapat menyebabkan seseorang gemetar. Dalam ketakutan,
mulut menjadi kering, cepatnya jantung berdetak, derasnya aliran darah
atau tekanan darah, dan sistem pencernaan mungkin berubah selama
pemunculan emosi. Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi
sebagai alat pembantu untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak senang
akan menghambat atau mengganggu proses pencernaan.
Peradangan di
dalam perut atau lambung, diare, dan sembelit adalah keadaan-keadaan
yang dikenal karena terjadinya berhubungan dengan gangguan emosi.
Keadaan emosi yang normal sangat bermanfaat bagi kesehatan. Gangguan
emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan dalam berbicara. Ketegangan
emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Banyak
situasi yang timbul di sekolah atau dalam suatu kelompok yang dapat
menyebabkan seseorang menjadi tenang.
Seorang siswa tidak senang
kepada gurunya bukan karena pribadi guru, namun bisa juga disebabkan
sesuatu yang terjadi pada saat sehubungan dengan situasi kelas.
Penderitaan emosional dan frustasi mempengaruhi efektivitas belajar.
Anak sekolah akan belajar efektif apabila ia termotivasi, karena ia
perlu belajar. Setelah hal ini ada pada dirinya, selanjutnya ia akan
mengembangkan usahanya untuk dapat menguasai bahan yang ia pelajari.
Reaksi
setiap pelajar tidak sama, oleh karena itu rangsangan untuk belajar
yang diberikan harus berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi anak.
Dengan begitu, rangsangan-rangsangan yang menhasilkan perasaan yang
tidak menyenangkan akan mempengaruhi hasil belajar dan demikian pula
rangsangan yang menghasilkan perasaan yang menyenangkan akan
mempermudah siswa dalam belajar.
Referensi :
- Sarwono, Sarlito W. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Press
- Hurlock, B. 1990. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga
- Gunarsa, Singgih. 1990. Dasar & Teori Perkembangan Anak. Jakarta : PT BPK Gunung mulia
No Comment.