BAB I
PENDAHULUAN
Mengacu oada Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994), ada beberapa peran social dalam pembimbingan social. Lima peran dibawah ini sangat relevan diketahui oleh para pekerja social yang akan melakukan pendampingan social.
Fasilitator
Dalam literatur pekerjaan social, peranan fasilitatorsering disebut sebagai pemungkin (enabler). Seperti yang dinyatakan Parsons, Jorgensen, dan Hernandez (1994:188), “Then traditional role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action.” Selanjutnya Barker(1987) memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggungjawab membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau trnsisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi :pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivslensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asset-aset social, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah focus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya. Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa “setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan peranan pekerja social adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
Broker
Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang broker berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Pada saat klien menyewa seorang broker klien menyakini bahwa broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan yang diperoleh terutama berdasarkan pengalaman sehari-hari.
Dalam proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama dalam melakukan peranansebagai broker :
1.Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat.
2.Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten.
3.Mampu mengevaluasi efektivitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan klien.
Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak prilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang melakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang”.
Pembela
Seringkali pekerja sosial harus berhadapan sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial. Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela. Peran pembelaan atau advokasi merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang dersentuhan dengan kegiatan politik. Peran pembelaan dapat dibagi dua : advokasi kasus dan advokasi kausal. Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individu, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kausal terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.
Pelindung
Tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan polulasi yang beresiko lainnya.
BAB II
PEKERJAAN SOSIAL
Dikemukakan bahwa pekerjaan sosial sejatinya harus merupakan profesi utama dalam pembangunan kesejahteraan sosial (PKS). Agar system dan mekanisme PKS dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional secara maksimal, PKS perlu dilaksanakan secara professional oleh para pekerja sosial yang memiliki kompetensi dan keahlian khusus dibidangnya. Bab ini menjelaskan karakteristik pekerjaan sosial sebagai sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial sebagai sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat. Didalamnya dibahas pula mengenai konsep keberfungsian sosial yang merupakan fokus perhatian intervensi pekerjaan sosial serta perspektif kekuatan sebagai salah satu model pertolongan pekerjaan sosial.
Pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan yang telah lahir cukup lama. Sejak kelahirannya sekitar tahun 1800-an, pekerjaan sosial terus mengalami perkembangan sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi masyarakat. Namun, demikian, seperti halnya profesi lain, fondasi dan prinsip dasar pekerjaan sosial tidak mengalami perubahan.
Pekerjaan sosial adalah aktivitas professional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dalam menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai suatu aktivitas professional, pekerjaan sosial dilandasi oleh tiga komponen dasar yang secara integratife membentuk profil dan pendekatan pekerjaan sosial: kerangka pengetahuan, kerangka keahlian, kerangka nilai. Ketiga komponen ini dibentuk dan dikembangkan secara ekletik dari beberapa ilmu sosial. Nilai-nilai, pengerahuan dan keterampilan pekerjaan sosial dapat dilihat dari definisi pekerjaan sosial terbaru.
Pusat perhatian pengembangan masyarakat adalah orang-orang dan sumber-sumber kemasyarakatan yang biasanya bermartra local. Program-program peningkatan pendapatan masyarakat seperti usaha ekonomi produktif, kelompok usaha bersama, kredit mikro adalah contoh konkrit penerapan metode pengembangan masyarakat. Sementara itu sasaran perubahan analisis kebijakan sosial lebih luas lagi, yaitu pada keberfungsian system yang mempengaruhi masyarakat yang akan dibantunya. Perumusan kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan perlindungan sosial, jaminan sosial, pemerataan pendapatan adalah contoh konkrit pendekatan analisis kebijakan sosial.
Focus utama pekerjaan sosial adalah meningkatkan keberfungsian sosial melalui intervensi yang bertujuan atau bermakna. Keberfungsian sosial merupakan konsepsi penting bagi pekerjaan sosial dan profesi lainnya. Keberfungsian sosial merupakan resultan dari interaksi individu dengan berbagai system sosial di masyarakat, seperti system pendidikan, system keagamaan, dst.
Banyak yang berpendapat bahea ketertinggalan pekerjaan sosial disebabkan oleh kurangnya praktik dibendingkan dengan teori. Ketika di kelas atau dalam seminar diterangkan mengenai konsep-konsep pekerjaan sosial, tidak sedikit yang bersifat apriori. Selain sikap ini merupakan kekeliruan dalam memandang dan melakukan teori, penulis berargumen bahwa ketertinggalan pekerjaan sosial bukan karena kekurangan aplikasi, melainkan kekurangan konsepsi dan model teori. Secara paradigmatik, model pertolongan pekerjaan sosial sangat tergantung atau dipengaruhi oleh beroperasinya 5C, yaitu Concept, Commitment, Capability, Connection, dan Communication dalam proses dan praktek pekerjaan sosial.
PEKERJAAN MIGRAN
Permasalahan pekerja migran belakangan ini banyak mendapat perhatian. Kasus-kasus eksploitasi ekonomi, kekerasan fisik, pelecehan seksual dan bahkan pembunuhan yang dialami pekerja migran Indonesia di luar negeri menunjukan betapa persoalan ini memerlukan penanganan yang efektif. Lembaga-lembaga pemerintah dan swadaya masyarakat telah terlibat dalam penanganan masalah bukan saja relevan, melainkan pula sangat mendesak untuk dilakukan. Bab ini membahas beberapa permasalahan yang dialami pekerja migran dan strategi penanggulangannya. Setelah dibuka oleh konsepsi mengenai pekerja migran, diskusi dilanjutkan dengan pembahasan mengenai strategi penanganan permasalahan pekerja migrant.
Pekerja migrant adalah orang yang berimigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dalam jangka waktu relatife menetap. Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe: pekerjaan migran internal dan internasional. Pekerja migran internal nerkaitan dengan urbanisasi, sedangkan pekerja migrant internasional tidak dapat dipisahkan dari globalisasi. Pekerja migran internal adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Indonesia. Pekerja migrant internasional adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di Negara lain.
Urbanisasi adalah “proses pengkotaan” atau proses perubahan suatu desa menjadi kota. Pertumbuhan penduduk yang besar, persebaran penduduk yang tidak merata antar daerah, dan rendahnya daya serap industri di perkotaan, menyababkan urbanisasi di Indonesia termasuk dalam kategori “urbanisasi tanpa industrialisasi”, “urbanisasi berlebih” atau inflasi perkotaan”. Fenomena ini menunjukan pada keadaan dimana pertumbuhan kota berjalan lebih cepat namun tanpa diimbangi dengan kesempatan bekerja yang memadai, khususnya disektor industri dan jasa. Akibatnya, para migran yang berbondong-bondong meninggalkan desanya tanpa keahlian yang memadai tidak mampu terserap oleh sektor modern perkotaan.
Globalisasi adalah proses menyatunya Negara-negara di seantero dunia. Dalam globalisasi, perdagangan barang dan jasa, perpindahan modal, jaringan transportasi, serta pertukaran informasi dan kebudayaan bergerak secara bebas ke seluruh dunia seiring dengan meleburnya batas-batas Negara. Globalisasi ternyata juga mendorong perpindahan tenaga kerja antar Negara.
Penanganan terhadap pekerja migran internal dan pekerja migran internasional tentunya harus dibedakan. Namun demikian, pendekatan pekerjaan sosial terhadap masalh keduanya memiliki prinsip yang sama: bahwa penanganan tersebut tersebut harus menyentuh akar permasalahan di tempat asal dan gejala permasalahan yang muncul di tempat tujuan.
Sejalan dengan desentralisasi, persoalan pekerja migran internal sebenarnya merupakan tantangan Pemda, baik di daerah asal maupun daerah penerima. Pemda sudah seharusnyamengahadapi persoalan ini dengan peningkatan ekonomi regioanal dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
BAB III
PENUTUP
Tugas pokok Pekerja Sosial
1.Mencari persamaan mendasar antara persepsi masyarakat mengenai kebutuhan mereka sendiri dan aspek-aspek tuntutan sosial yan dihadapi mereka.
2.Mendeteksi dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat banyak orang dan membuat frustrasi usaha-usaha orang untuk mengidentifikasikan kepentingan mereka dan kepentingan orang-orang yang berpengaruh terhadap mereka.
3.Memberi kontribusi data mengenai ide-ide, fakta, nilai, konsep yang tidak dimiliki masyarakat, tetapi bermanfaat bagi mereka dalam menghadapi realitas sosial dan masalah yang dihadapi mereka.
4.Membagi visi kepada masyarakat; harapan dan aspirasi pekerja sosial merupakan investasi bagi interaksi antara orang dan masyarakat dan bagi kesejahteraan individu dan sosial.
5.Mendefinisikan syarat-syarat dan batasan-batasan situasi dengan mana system relasi antara pekerja sosial dan masyarakat dibentuk. Aturan-aturan tersebut membentuk konteks bagi kontrak kerja yang mengikat masyarakat dan lembaga. Batasan-batasan tersebut juga mampu menciptakan kondisi yang dapat membuat masyarakat dan pekerja sosial menjalankan fungsinya masing-masing.
PENDAHULUAN
Mengacu oada Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994), ada beberapa peran social dalam pembimbingan social. Lima peran dibawah ini sangat relevan diketahui oleh para pekerja social yang akan melakukan pendampingan social.
Fasilitator
Dalam literatur pekerjaan social, peranan fasilitatorsering disebut sebagai pemungkin (enabler). Seperti yang dinyatakan Parsons, Jorgensen, dan Hernandez (1994:188), “Then traditional role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action.” Selanjutnya Barker(1987) memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggungjawab membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau trnsisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi :pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivslensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asset-aset social, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah focus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya. Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa “setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha klien sendiri, dan peranan pekerja social adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
Broker
Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang broker berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Pada saat klien menyewa seorang broker klien menyakini bahwa broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan yang diperoleh terutama berdasarkan pengalaman sehari-hari.
Dalam proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama dalam melakukan peranansebagai broker :
1.Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat.
2.Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten.
3.Mampu mengevaluasi efektivitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan klien.
Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator meliputi kontrak prilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang melakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang”.
Pembela
Seringkali pekerja sosial harus berhadapan sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial. Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela. Peran pembelaan atau advokasi merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang dersentuhan dengan kegiatan politik. Peran pembelaan dapat dibagi dua : advokasi kasus dan advokasi kausal. Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individu, maka ia berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kausal terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan sekelompok anggota masyarakat.
Pelindung
Tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung, pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan polulasi yang beresiko lainnya.
BAB II
PEKERJAAN SOSIAL
Dikemukakan bahwa pekerjaan sosial sejatinya harus merupakan profesi utama dalam pembangunan kesejahteraan sosial (PKS). Agar system dan mekanisme PKS dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional secara maksimal, PKS perlu dilaksanakan secara professional oleh para pekerja sosial yang memiliki kompetensi dan keahlian khusus dibidangnya. Bab ini menjelaskan karakteristik pekerjaan sosial sebagai sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial sebagai sebuah profesi kemanusiaan yang berkiprah dalam arena atau bidang kesejahteraan sosial, termasuk pemberdayaan masyarakat. Didalamnya dibahas pula mengenai konsep keberfungsian sosial yang merupakan fokus perhatian intervensi pekerjaan sosial serta perspektif kekuatan sebagai salah satu model pertolongan pekerjaan sosial.
Pekerjaan sosial adalah profesi kemanusiaan yang telah lahir cukup lama. Sejak kelahirannya sekitar tahun 1800-an, pekerjaan sosial terus mengalami perkembangan sejalan dengan tuntutan perubahan dan aspirasi masyarakat. Namun, demikian, seperti halnya profesi lain, fondasi dan prinsip dasar pekerjaan sosial tidak mengalami perubahan.
Pekerjaan sosial adalah aktivitas professional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dalam menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagai suatu aktivitas professional, pekerjaan sosial dilandasi oleh tiga komponen dasar yang secara integratife membentuk profil dan pendekatan pekerjaan sosial: kerangka pengetahuan, kerangka keahlian, kerangka nilai. Ketiga komponen ini dibentuk dan dikembangkan secara ekletik dari beberapa ilmu sosial. Nilai-nilai, pengerahuan dan keterampilan pekerjaan sosial dapat dilihat dari definisi pekerjaan sosial terbaru.
Pusat perhatian pengembangan masyarakat adalah orang-orang dan sumber-sumber kemasyarakatan yang biasanya bermartra local. Program-program peningkatan pendapatan masyarakat seperti usaha ekonomi produktif, kelompok usaha bersama, kredit mikro adalah contoh konkrit penerapan metode pengembangan masyarakat. Sementara itu sasaran perubahan analisis kebijakan sosial lebih luas lagi, yaitu pada keberfungsian system yang mempengaruhi masyarakat yang akan dibantunya. Perumusan kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan perlindungan sosial, jaminan sosial, pemerataan pendapatan adalah contoh konkrit pendekatan analisis kebijakan sosial.
Focus utama pekerjaan sosial adalah meningkatkan keberfungsian sosial melalui intervensi yang bertujuan atau bermakna. Keberfungsian sosial merupakan konsepsi penting bagi pekerjaan sosial dan profesi lainnya. Keberfungsian sosial merupakan resultan dari interaksi individu dengan berbagai system sosial di masyarakat, seperti system pendidikan, system keagamaan, dst.
Banyak yang berpendapat bahea ketertinggalan pekerjaan sosial disebabkan oleh kurangnya praktik dibendingkan dengan teori. Ketika di kelas atau dalam seminar diterangkan mengenai konsep-konsep pekerjaan sosial, tidak sedikit yang bersifat apriori. Selain sikap ini merupakan kekeliruan dalam memandang dan melakukan teori, penulis berargumen bahwa ketertinggalan pekerjaan sosial bukan karena kekurangan aplikasi, melainkan kekurangan konsepsi dan model teori. Secara paradigmatik, model pertolongan pekerjaan sosial sangat tergantung atau dipengaruhi oleh beroperasinya 5C, yaitu Concept, Commitment, Capability, Connection, dan Communication dalam proses dan praktek pekerjaan sosial.
PEKERJAAN MIGRAN
Permasalahan pekerja migran belakangan ini banyak mendapat perhatian. Kasus-kasus eksploitasi ekonomi, kekerasan fisik, pelecehan seksual dan bahkan pembunuhan yang dialami pekerja migran Indonesia di luar negeri menunjukan betapa persoalan ini memerlukan penanganan yang efektif. Lembaga-lembaga pemerintah dan swadaya masyarakat telah terlibat dalam penanganan masalah bukan saja relevan, melainkan pula sangat mendesak untuk dilakukan. Bab ini membahas beberapa permasalahan yang dialami pekerja migran dan strategi penanggulangannya. Setelah dibuka oleh konsepsi mengenai pekerja migran, diskusi dilanjutkan dengan pembahasan mengenai strategi penanganan permasalahan pekerja migrant.
Pekerja migrant adalah orang yang berimigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dalam jangka waktu relatife menetap. Pekerja migran mencakup sedikitnya dua tipe: pekerjaan migran internal dan internasional. Pekerja migran internal nerkaitan dengan urbanisasi, sedangkan pekerja migrant internasional tidak dapat dipisahkan dari globalisasi. Pekerja migran internal adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Indonesia. Pekerja migrant internasional adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di Negara lain.
Urbanisasi adalah “proses pengkotaan” atau proses perubahan suatu desa menjadi kota. Pertumbuhan penduduk yang besar, persebaran penduduk yang tidak merata antar daerah, dan rendahnya daya serap industri di perkotaan, menyababkan urbanisasi di Indonesia termasuk dalam kategori “urbanisasi tanpa industrialisasi”, “urbanisasi berlebih” atau inflasi perkotaan”. Fenomena ini menunjukan pada keadaan dimana pertumbuhan kota berjalan lebih cepat namun tanpa diimbangi dengan kesempatan bekerja yang memadai, khususnya disektor industri dan jasa. Akibatnya, para migran yang berbondong-bondong meninggalkan desanya tanpa keahlian yang memadai tidak mampu terserap oleh sektor modern perkotaan.
Globalisasi adalah proses menyatunya Negara-negara di seantero dunia. Dalam globalisasi, perdagangan barang dan jasa, perpindahan modal, jaringan transportasi, serta pertukaran informasi dan kebudayaan bergerak secara bebas ke seluruh dunia seiring dengan meleburnya batas-batas Negara. Globalisasi ternyata juga mendorong perpindahan tenaga kerja antar Negara.
Penanganan terhadap pekerja migran internal dan pekerja migran internasional tentunya harus dibedakan. Namun demikian, pendekatan pekerjaan sosial terhadap masalh keduanya memiliki prinsip yang sama: bahwa penanganan tersebut tersebut harus menyentuh akar permasalahan di tempat asal dan gejala permasalahan yang muncul di tempat tujuan.
Sejalan dengan desentralisasi, persoalan pekerja migran internal sebenarnya merupakan tantangan Pemda, baik di daerah asal maupun daerah penerima. Pemda sudah seharusnyamengahadapi persoalan ini dengan peningkatan ekonomi regioanal dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
BAB III
PENUTUP
Tugas pokok Pekerja Sosial
1.Mencari persamaan mendasar antara persepsi masyarakat mengenai kebutuhan mereka sendiri dan aspek-aspek tuntutan sosial yan dihadapi mereka.
2.Mendeteksi dan menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat banyak orang dan membuat frustrasi usaha-usaha orang untuk mengidentifikasikan kepentingan mereka dan kepentingan orang-orang yang berpengaruh terhadap mereka.
3.Memberi kontribusi data mengenai ide-ide, fakta, nilai, konsep yang tidak dimiliki masyarakat, tetapi bermanfaat bagi mereka dalam menghadapi realitas sosial dan masalah yang dihadapi mereka.
4.Membagi visi kepada masyarakat; harapan dan aspirasi pekerja sosial merupakan investasi bagi interaksi antara orang dan masyarakat dan bagi kesejahteraan individu dan sosial.
5.Mendefinisikan syarat-syarat dan batasan-batasan situasi dengan mana system relasi antara pekerja sosial dan masyarakat dibentuk. Aturan-aturan tersebut membentuk konteks bagi kontrak kerja yang mengikat masyarakat dan lembaga. Batasan-batasan tersebut juga mampu menciptakan kondisi yang dapat membuat masyarakat dan pekerja sosial menjalankan fungsinya masing-masing.