Dokter di Amerika Bingung Deteksi Penyakit Nangis Darah
Nurul Ulfah
(Foto : CNN)
Tennessee, Kasus nangis darah remaja Amerika, Calvino Inman
masih menjadi tanda tanya di kalangan medis Amerika. Berbagai spekulasi
diungkapkan para dokter, tapi tidak ada satu pun yang berani
menyebutkan alasan pasti keluarnya darah dari mata Inman.
Calvino Inman (15 tahun) pertama kali melihat bayangan wajahnya yang menangis darah pada bulan Mei 2009, dan seketika itu juga ia panik.
Ketika ibunya membawanya ke bagian gawat darurat, darah dari matanya
justru berhenti, dan dokter pun tidak percaya dengan apa yang ingin
dijelaskan Inman dan ibunya.
"Orang-orang di rumah sakit tidak pernah melihat hal ini sebelumnya.
Berbagai tes dijalani, tapi hasilnya normal-normal saja, tidak ada yang
aneh dengannya," ujar Tammy Mynatt, ibunda Inman seperti dilansir CNN, Jumat (4/9/2009).
Dr. Barrett G. Haik dari University of Tennessee's Hamilton Eye Institute mencoba menjawab misteri nangis darah tersebut. Ia mengatakan, fenomena yang dialami Inman kemungkinan adalah haemolacria,
yang umumnya terjadi pada mereka yang pernah punya pengalaman trauma
atau luka yang sangat serius, tapi Inman tidak pernah punya semua itu.
"Kasus seperti anak ini sangat jarang sekali. Mungkin hanya 1 dari
miliaran orang di dunia," ujar Haik. Haik dan timnya mencoba membuka
kembali Journal of the American Society of Ophthalmic Plastic and Reconstructive Surgery, dan ditemukan 4 kasus yang mirip seperti Inman yang berhasil tercatat antara tahun 1992 sampai 2003.
Karena jarangnya kasus seperti ini, para dokter dan ahli medis pun
dikumpulkan, mulai dari hematolog (ahli darah), ophthalmolog (ahli
mata) dan otolaryngolog (ahli telinga, hidung dan tenggorokan).
Seluruh tes yang akan dijalani Inman adalah untuk mengetahui adanya
kemungkinan penyumbatan pembuluh darah, adanya tumor di mata atau
bahkan infeksi kecil.
Inman juga disebutkan akan menjalani tes psikologi untuk mengetahui
apakan air mata darah yang dikeluarkannya benar-benar darah. "Pernah
ada kasus dimana anak berusaha menarik perhatian ibunya dengan berbagai
cara kreatif dan mencoba menstimulasi keluarnya darah dari bagian
tubuhnya seperti gejala penyakit haemolacria," ujar Haik.
Namun itu semua hanya kemungkinan, belum ada kepastian. Dari 4 kasus
haemolacria yang pernah ada, semuanya berhenti sendiri, pendarahan
hanya terjadi dalam kurun waktu singkat dan tidak terus menerus.
"Saya melihat kasus-kasus yang dulu dimana ketidaktahuan akan penyakit
yang diderita adalah hal paling buruk yang harus diterima pasien, dan
saya melihat ketakutan itu di wajah Inman dan ibunya karena hingga saat
ini kami mempelajari penyakitnya, kami masih belum tahu jawabannya,"
ujar Haik.
Belum mampunya dokter mendeteksi penyakit Inman membuat bocah itu
frustasi. "Setiap saya melihat diri saya di kaca, saya merasa seperti
akan mati," kata remaja asal Rockwood, Tennessee itu.
Nurul Ulfah
(Foto : CNN)
Tennessee, Kasus nangis darah remaja Amerika, Calvino Inman
masih menjadi tanda tanya di kalangan medis Amerika. Berbagai spekulasi
diungkapkan para dokter, tapi tidak ada satu pun yang berani
menyebutkan alasan pasti keluarnya darah dari mata Inman.
Calvino Inman (15 tahun) pertama kali melihat bayangan wajahnya yang menangis darah pada bulan Mei 2009, dan seketika itu juga ia panik.
Ketika ibunya membawanya ke bagian gawat darurat, darah dari matanya
justru berhenti, dan dokter pun tidak percaya dengan apa yang ingin
dijelaskan Inman dan ibunya.
"Orang-orang di rumah sakit tidak pernah melihat hal ini sebelumnya.
Berbagai tes dijalani, tapi hasilnya normal-normal saja, tidak ada yang
aneh dengannya," ujar Tammy Mynatt, ibunda Inman seperti dilansir CNN, Jumat (4/9/2009).
Dr. Barrett G. Haik dari University of Tennessee's Hamilton Eye Institute mencoba menjawab misteri nangis darah tersebut. Ia mengatakan, fenomena yang dialami Inman kemungkinan adalah haemolacria,
yang umumnya terjadi pada mereka yang pernah punya pengalaman trauma
atau luka yang sangat serius, tapi Inman tidak pernah punya semua itu.
"Kasus seperti anak ini sangat jarang sekali. Mungkin hanya 1 dari
miliaran orang di dunia," ujar Haik. Haik dan timnya mencoba membuka
kembali Journal of the American Society of Ophthalmic Plastic and Reconstructive Surgery, dan ditemukan 4 kasus yang mirip seperti Inman yang berhasil tercatat antara tahun 1992 sampai 2003.
Karena jarangnya kasus seperti ini, para dokter dan ahli medis pun
dikumpulkan, mulai dari hematolog (ahli darah), ophthalmolog (ahli
mata) dan otolaryngolog (ahli telinga, hidung dan tenggorokan).
Seluruh tes yang akan dijalani Inman adalah untuk mengetahui adanya
kemungkinan penyumbatan pembuluh darah, adanya tumor di mata atau
bahkan infeksi kecil.
Inman juga disebutkan akan menjalani tes psikologi untuk mengetahui
apakan air mata darah yang dikeluarkannya benar-benar darah. "Pernah
ada kasus dimana anak berusaha menarik perhatian ibunya dengan berbagai
cara kreatif dan mencoba menstimulasi keluarnya darah dari bagian
tubuhnya seperti gejala penyakit haemolacria," ujar Haik.
Namun itu semua hanya kemungkinan, belum ada kepastian. Dari 4 kasus
haemolacria yang pernah ada, semuanya berhenti sendiri, pendarahan
hanya terjadi dalam kurun waktu singkat dan tidak terus menerus.
"Saya melihat kasus-kasus yang dulu dimana ketidaktahuan akan penyakit
yang diderita adalah hal paling buruk yang harus diterima pasien, dan
saya melihat ketakutan itu di wajah Inman dan ibunya karena hingga saat
ini kami mempelajari penyakitnya, kami masih belum tahu jawabannya,"
ujar Haik.
Belum mampunya dokter mendeteksi penyakit Inman membuat bocah itu
frustasi. "Setiap saya melihat diri saya di kaca, saya merasa seperti
akan mati," kata remaja asal Rockwood, Tennessee itu.