хХх::[Dunia Remaja Indonesia]::хХх
MAAF, FORUM DUNIA REMAJA INDONESIA PINDAH KE http://nadakeras.taro.tv/forum

Join the forum, it's quick and easy

хХх::[Dunia Remaja Indonesia]::хХх
MAAF, FORUM DUNIA REMAJA INDONESIA PINDAH KE http://nadakeras.taro.tv/forum
хХх::[Dunia Remaja Indonesia]::хХх
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
хХх::[Dunia Remaja Indonesia]::хХх

Situs/Web/Forum/Blog dan Komunitas Remaja (Indonesian Only)


You are not connected. Please login or register

Supervisi Klinik

Go down  Message [Halaman 1 dari 1]

1Supervisi Klinik Empty Supervisi Klinik Fri 09 Apr 2010, 19:30

ralqis

ralqis
[DRI] Pendiri

SUPERVISI
KLINIK






<table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%">
<tr>
<td>


Kompetensi Dasar

Menguasai konsep
supervisi klinik dan mampu melaksanakannya dalam tugas kepengawasan.





</td>
</tr>
</table>

<table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%">
<tr>
<td>


Indikator Kompetensi

1.
Mampu
menjelaskan konsep supervisi klinik


2.
Mampu menerapkan langkah-langkah supervisi klinik
dalam membantu guru mengefektifkan proses pembelajaran.



</td>
</tr>
</table>




























A. Konsep Supervisi Klinik


Supervisi
klinik, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert
Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Harvard pada akhir dasa warsa
lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski) 1982). Ada dua
asumsi yang mendasari praktek supervisi klinik. Pertama, pengajaran merupakan
aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara
berhati-hari melalui pengamatan dan analisis ini, supervisor pengajaran akan
mudah mengembangkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Kedua,
guru-guru yang profesionalnya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang
kolegial daripada cara yang outoritarian (Sergiovanni, 1987).



Pada mulanya,
supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam
melakukan supervisi pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktek
mengajar. Dalam supervisi ini ditekanannya pada klinik, yang diwujudkan adalah
bentuk hubungan tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang
berpraktek, Cogan (1973) mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut :



The rational and practice designed to improve the
teacher’supervisi classroom performance. It takes its principal data from the
events of the classroom. The analysis of these data and the relationships
between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and
strategies designed to improve the student’supervisi learning by improving the
teacher’supervisi classroom behavior
(Cogan 1973, halaman 54).





Sesuai dengan pendapat Cogan ini,
supervisi klinik pada dasarnya merupakan pembinaan performansi guru mengelola
proses belajar mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan praktis secara
rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis
data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan
supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan perilaku
mengajar guru dalam mengembangkan belajar murid-murid. Cogan sendiri menekankan
aspek supervisi klinik pada lima
hal, yaitu (1) proses supervisi klinik, (2) interaksi antara calon guru dan
murid, (3) performansi calon guru dalam mengajar, (4) hubungan calon guru
dengan supervisor, dan (5) analisis data berdasarkan peristiwa aktual di kelas.



Tujuan supervisi klinik adalah untuk
membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif.
Menurut Sergiovanni (1987) ada dua sasaran supervisi klinik, yang menurut
penulis merefleksi multi tujuan supervisi klinik, yang menurut penulis
merefleksi multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya pengembangan
profesional dan motivasi kerja guru, sebagaimana telah dikemukakan dalam bab I.
Di satu sisi, supervisi klinik dilakukan untuk membangun motivasi dan komitmen
kerja guru. Di sisi lain, supervisi klinik dilakukan untuk menyediakan
pengembangan staf bagi guru. Sedangkan menurut dua orang teoritisi lainnya,
yaitu Acheson dan Gall (1987) tujuan supervisi klinik adalah meningkatkan
pengajaran guru dikelas. Tujuan ini
dirinci lagi ke dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut.



1.
Menyediakan
umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang
dilaksanakannya.



2.
Mendiagnosis dan
membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.



3.
Membantu guru
mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi pengajaran.



4.
Mengevaluasi
guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.



5.
Membantu guru
mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang
berkesinambungan.






Demikianlah sekilas konsep spuervisi
klinik bila disimpulkan, maka karakteristik supervisi klinik sebagai berikut ;
supervisi klinik berlangsung dalam bentuk hubungan tatap muka antara supervisor
dan guru, tujuan supervisi klinik itu adalah untuk pengembangan profesional
guru. Kegiatan supervisi klinik ditekankan pada aspek-aspek yang menjadi
perhatian guru serta observasi kegiatan pengajaran di kelas, observasi harus
dilakukan secara cermat dan mendetail, analisis terhadap hasil observasi harus
dilakukan bersama antara supervisor dan guru dan hubungan antara supervisor dan
guru harus bersifat kolegial bukan autoritarian.



B.
Langkah-Langkah
Supervisi Klinik


Penjelasan konsep supervisi klinik dan
beberapa hasil penelitian tentang keefektifannya membawa kita untuk menyakini
betapa pentingnya supervisi klinik sebagai satu pendekatan dalam mengembangkan
pengajaran guru. Sudah seharusnyalah setiap supervisor pengajaran berusaha
untuk menerapkannya bagi guru-guru yang menjadi kawasan tanggung jawabnya.
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana prosedurnya.



Menurut Cogan (1973) ada delapan kegiatan
dalam supervisi klinik yang dinamainya dengan siklus supervisi klinik. Di sini
istilah siklus mengandung dua pengertian pertama., prosedur supervisi klinik
terdiri dari sejumlah tahapan yang merupakan proses yang berkesinambungan.
Kedua, hasil pertemuan tahap akhir menjadi masukan untuk tahap pertama pada
siklus berikutnya. Kedelapan tahap yang dikemukakan oleh Cogan adalah sebagai
berikut (1) tahap membangun dan memantapkan hubungan guru-supervisor, (2) tahap
perencanaan bersama guru, (3) tahap perencanaan strategi observasi, (4) tahap
observasi pengajaran, (5) tahap analisis proses pembelajaran, (6) tahap
perencanaan strategi pertemuan, (7) tahap pertemuan, dan (8) tahap penjajakan
rencana pertemuan berikutnya.



Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga
aktivitas dalam proses supervisui klinik, yaitu (1) tahap perencanaan, (2)
tahap observasi, dan (3) tahap evaluasi dan analisis. Menurut Oliva (1984) ada
tiga aktivitas esensial dalam proses supervisi klinik, yaitu (1) kontak dan
komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi kelas (2) observasi kelas,
dan (3) tindak lanjut observasi kelas. Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) ada lima kegiatan dalam proses supervisi klinik,
yang disebutnya dengan sequence of supervision, yaitu (1) pertemuan sebelum
observasi (2) observasi, (3) analisis dan strategi, (4) pertemuan supervisi,
dan (5) analisis sesudah pertemuan supervisi.



Demikianlah, walaupun berbeda deskripsi
pada para teriotisi di atas tentang langkah-langkah proses supervisi klinik,
sebenarnya langkah-langkah ini bisa dikembalikan pada tiga tahap esensial yang
berbentuk siklus, yaitu (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar,
dan (3) tahap pertemuan balikan. Dalam buku ajar sederhana ini penulis lebih cenderung membagi
siklus supervisi klinik menjadi tiga tahap juga sebagaimana tersebut di atas.
Deskripsi demikian juga dikemukakan oleh Acheson dan Gall (1987), Alexander Mackie College
of advanced Education (1981) dan Mantja (1984).





1.
Tahap Pertemuan Awal





Tahap pertama dalam proses supervisi
klinik adalah tahap pertemuan awal (preconference). Pertemuan awal ini
dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas sehingga banyak juga para
teoritisi supervisi klinik yang menyebutkan dengan istilah tahap pertemuan
sebelum observasi (preobservation Conference). Menurut Sergiovanni (1987) tidak
ada tahap yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.



Tujuan utama pertemuan awal ini adalah
untuk mengembangkan, bersama antara supervisor dan guru, kerangka kerja
observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir pertemuan awal ini adalah
kesepakatan (contract) kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa
dicapai apabila dalam pertemuan awal ini tercipta kerja sama, hubungan
kemanusian dan komunikasi yang baik antara supervisor dengan guru. Selanjutnya
kualitas hubngan yang baik antara supervisor dan guru memiliki pengaruh
signifikan terhadap kesuksesan tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik.
Oleh sebab itu para
teoritisi banyak menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan secara
rileks dan terbuka. Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru terhadap
supervisor, sebab kepercayaan ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan
pertemuan awal ini. Kepercayaan ini berkenaan dengan kenyakinan guru bahwa
supervisor memperhatikan minat atau perhatian guru.



Pertemuan
pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Dalam pertemuan awal ini
supervisor bisa menggunakan waktu 20 sampai 30 menit, kecuali jika guru
mempunyai permasalahan khusus yang membutuhkan diskusi panjang. Pertemuan ini
sebaiknya dilaksanakan di satu ruangan yang netral, misalnya kafetaria, atau
bisa juga di kelas. Pertemuan di ruang kepala sekolah atau supervisor
kemungkinannya akan membuat guru menjadi tidak bebas. Secara teknis, ada
delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan awal ini, yaitu (1)
menciptakan suasana yang akrab dan terbuka, (2) mengidentifikasi aspek-aspek
yang akan dikembangkan guru dalam pengajaran. (3) menerjemahkan perhatian guru
ke dalam tingkah laku yang bisa diamati, (4) mengidentifikasi prosedur untuk
memperbaiki pengajaran guru, (5) membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri
(6) menetapkan waktu observasi kelas, (7) menyeleksi instrumen observasi kelas,
dan (8) memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam.



Goldhammer,
Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda yag harus dihasilkan
pada akhir pertemuan awal.
Agenda
tersebut adalah :



a.
Menetapkan
kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru tentang apa saja yang akan
diobservasi.



1)
Tujuan
instruksional umum dan khusus pengajaran



2)
Hubungan tujuan
pengajaran dengan keseluruhan program pengajaran yang diimplementasikan.



3)
Aktivitas yang
akan diobservasi



4)
Kemungkinan
perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-unsur lain berdasarkan
persetujuan interaktif antara supervisor dan guru.



5)
Deskripsi
spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru.



b.
Menetapkan
mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi :



1)
Waktu (jadwal)
observasi



2)
Lamanya
observasi



3)
Tempat observasi



c.
Menetapkan
rencana spesifik untuk melaksanakan observasi meliputi:



1)
Dimana
supervisor akan duduk selama observasi



2)
Akankah
supervisor menjelaskan kepada murid-murid mengenai tujuan observasinya jika
demikian, kapan sebelum ataukah setelah pelajaran.



3)
Akankah
supervisor mencari satu tindakan khusus.



4)
Akankah
supervisor berinteraksi dengan murid-murid



5)
Perlukah adanya
material atau persiapan khusus



6)
Bagaimanakah
supervisor akan mengakhiri observasi





2.
Tahap Observasi Pembelajaran





Tahap kedua dalam proses supervisi
klinik adalah tahap observasi mengajar secara sistematis dan obyektif.
Perhatian observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan
kegiatan-kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat observasi
mengajar ini sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada
waktu mengadakan pertemuan awal.



Observasi mengajar, mungkin akan terasa
sangat kompleks dan sulit, dan tidak jarang adanya supervisor yang mengalami
kesulitan. Dengan demikian supervisor dituntut untuk menggunakan bermacam-macam
ketrampilan. Menurut Daresh (1989) ada dua aspek yang harus diputuskan dan
dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan sesudah melaksanakan observasi
mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek yang akan diobservasi mengajar dan
bagaimana cara mengobservasinta.Aspek-aspek yang akan diobservasi harus sesuai
dengan hasil diskusi antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan awal.
Aliva (1984) menegaskan sebagai berikut :



If we follow through with the cycle of clinical
supervisor the teacher and supervisor in the preobservation conference have
decided on the specific behaviors of teacher and students which the supervisor
will observe. The supervisor concentrates on the presence or absence of the
spesific behaviors (Oliva : 1984, halaman 502).






Sedangkan mengenai bagaimana
mengobservasi juga perlu mendapatkan perhatian. Maksud baik supervisi akan
tidak berarti apabila usaha-usaha observasi tidak bisa memperoleh data yang
seharusnya diperoleh. Tujuan utama pengumpulan data adalah untuk memperoleh
informasi yang nantinya akan digunakan untuk mengadakan tukar pikiran dengan
guru setelah observasi aktivitas yang telah dilakukan di kelas. Di sinilah
letak pentingnya teknik dan instrumen oberservasi yang bisa digunakan untuk mengobservasi
guru mengelola proses belajar mengajar.



Sehubungan dengan teknik dan instrumen
ini, sebenarnya pada peneliti telah banyak yang mengembangkan bermacam-macam
teknik yang bisa digunakan dalam mengobservasi
pengajaran. Acheson dan Gall (1987)
mereview beberapa teknik dan mengajurkan kita untuk menggunakannya dalam
proses supervisi klinis beberapa teknik tersebut adalah sebagai berikut:



a.
Selektive verbatim. Di sini supervisor membuat semacam rekaman tertulis, yang bisa dibuat
dengan a verbatim transcript. Sudah barang tentu tidak semua kejadian verbal
harus direkam dan sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru
pada pertemuan awal, hanya kejadian-kejadian tertentu yang harus direkam secara
selektif. Transkrip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan dan bisa
juga menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.



b.
Rekaman observasional berupa a seating chart. Di sini, supervisor mendokumentasikan perilaku-perilaku
murid-murid sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama
pengajaran berlangsung. Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi di
deskripsikan secara bergambar. Melalui penggunaan a seating chart ini,
supervisor bisa mendokumentasikan secara grafis interaksi guru dengan
murid-murid dengan murid. Sehingga dengan mudah diketahui apakah guru hanya
berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian murid, apakah semua
murid atau hanya sebagian murid yang terlibat proses belajar mengajar.



c.
Wide-lens techniques. Di sini supervisor
membuat catatan yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas dan cerita
yang panjang lebar.
Teknik ini bisa juga
disebut dengan anecdotal record.



d.
Checkliss and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan mengumpulkan
data perilaku belajar mengajar.Perilaku pembelajaran ini sebelumnya telah
diklasifikasi atau dikategorikan. Contoh yang paling baik prosedur ini dalam
observasi supervisi klinik adalah skala analisis interaksi Flanders (Flanders; 1970). Dalam analisis ini, aktivitas kelas
diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru,
pembicaraan murid dan tidak ada pembicaraan (silence), Tabel 7.1 merupakan satu
contoh analisis interaksi Flanders.



Tabel
7.1 Kategori Analisis Interaksi Franders



















Guru Berbicara

Respons

1.
perasaan menerima. Menerima dan mengklasifikasi sikap atau perasaan murid dalam cara
yang tidak menakutkan. Perasaan ini bisa positif atau negatif.


2.
Penghargaan dan dorongan.Penghargaan dan dorongan terhadap murid, misalnya
dengan mengatakan “um hum” atau teruskan. Ini merupakan upaya menghindari
ketegangan.


3.
Menerima atau
menggunakan ide murid
. Menjawab pembicaraan murid. Mengklasifikasi, membangun, atau mengajukan
pertanyan berdasarkan ide-ide murid.




4.
Bertanya.
Bertanya tentang isi dan prosedur, berdasarkan ide guru, dengan maksud murid
akan menjawabnya.


Inisiasi

5.
Berceramah.
Mengemukakan fakta atau opini tentang isi atau prosedur: mengekspresikan
idenya sendiri, memebrikan penjelasan sendiri


6.
Memberikan petunjuk. Memberi petunjuk, komando, perintah, di mana murid
melakukan


7.
Mengkritik.
Mengemukakan sesuatu untuk mengubah perilaku murid dari pola yang tak
diterima menjadi pola yang diterima.




Respons

8.
Murid berbicara-merespons. Murid berbicara untuk merespons kontak guru yang
situasinya terbatas






9.
Murid berbicara-inisiasi. Murid mengemukakan idenya baik secara spontan
maupun dalam sosialisasi guru. Kebebasan mengembangkan opini atau pemikiran;
berjalan di luar struktur yang ada.




Inisiasi

10.
Kesunyian atau
kebingungan
. Istirahat, kesunyian sebentar, kebingunan karena komunikasi tidak bisa
dimengerti pengamat.



Sumber: Acheson, K.A dan Gall, M.D (1987). Techniques in the the
Clinical Supervision of Teachers. White
Plains, N.Y., Longman









Checlist lainnya yang bisa digunakan
untuk mengarahkan observasi pengajaran adalah apa yang disebut dengan istilah
timeline coding technique yang telah dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu,
yang memang didesain untuk mempelajari strategi pengajaran. Di sini, supervisor
mencatat perilaku guru maupun murid dalam waktu-waktu tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya selama waktu-waktu tertentu ditetapkan sebelumnya
disediakan selama proses pembelajaran. Teknik ini bisa disediakan data terhadap
guru yang mereka rasa harus diobservasi dan dikembangkan. Instrumen ini bisa
mengarahkan supervisor dalam observasinya dan menyediakan balikan yang spesifik
dalam klasifikasi waktu yang diinginkan.



Demikianlah beberapa teknik yang telah
direview oleh Acheson dan gall telah dikemukakan, bisa digunakan untuk
mengarahkan dan mempermudah tahap observasi dalam proses supervisi klinik.
Supervisor yang efektif seharusnya menyadari adanya beberapa teknik ini dan
berusaha memiliki satu atau lebih teknik sesuai dengan perhatian guru yang akan
diobservasi. Namun sayangnya, menurut
Daresh (1989), dengan melihat dari waktu ke waktu, yang terjadi justru
sebaliknya. Dan banyak hal, supervisor hanya belajar satu teknik observasi yang
disukainya, misalnya teknik analisis Interaksi Flanders, dan menggunakannya
setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi
kelebihan-hkelebihan setiap teknik dengan cepat akan hilang apabila supervisor
lebih berwawasan terhadap hanya satu teknik yang dipahami dan disukai dengan
tidak mengikuti perhatian pengajaran guru.





3.
Tahap
Pertemuan Balikan





Tahap ketiga dalam proses supervisi
klinik adalah tahap pertemuan balikan. Pertemuan balikan dilakukan segera
setelah melaksanakan observasi pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakukan
analisis terhadap hasil observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah
ditindaklanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai onserver,
terhadap proses belajar mengajr. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini adalah
ditekankan pada identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara
perilaku guru dan murid yang direncanakan dan perilaku aktual guru dan murid,
serta membuat keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya akan
dilakukan sehubungan dengan perbedaan yang ada.



Pertemuan balikan ini merupakan tahap
yang penting untuk mengembangkan perilaku guru dengan cara memberikan balikan
tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesifik, konkrit, bersifat memotivasi,
aktual, dan akurat sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru (Sergiovanni,
1987). Paling tidak ada lima manfaat pertemuan balikan bagi guru,s ebagaimana
dikemukakan oleh Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981), yaitu , (1) guru
bisa diberik penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam kerjanya,
(2) isu-isu dalam pengajaran bisa didefinisikan bersama supervisor dan guru
dengan tepat, (3) supervisor bila mungkin dan perlu, bisa berupaya
mengintervensi secara langsung guru untuk memberikan bantuan didaktis dan
bimbingan, (4) guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan supervisi
terhadap dirinya sendiri, dan (5) guru busa diberi pengetahuan tambahan untuk
meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang akan datang.



Tentunya sebelum mengadakan pertemuan
balikan ini supervisor terlebih dahulu menganalisa hasil observasi dan
merencanakan bahan yang akan dibicarakan dengan guru. Begitu pula diharapkan
guru menilai dirinya sendiri. Setelah itu dilakukan pertemuan balikan ini.
Dalam pertemuan balikan
ini sangat diperlukan adanya keterbukaan antara supervisor dan guru. Sebaiknya,
pertama-tama supervisor menanamkan kepercayaan pada diri guru bahwa pertemuan
balikan ini bukan untuk menyalahkan guru melainkan untuk memberikan masukan
balikan. Oleh sebab banyak para teoritisi yang menganjurkan agar pertama-tama
yang harus dilakukan oleh supervisor dalam setiap pertemuan balikan adalah
memberikan penguatan (reinforcement) terhadap guru. Baru setelah melanjutkan
dengan analisis bersama setiap aspek pengajaran yang menjadi perhatian
supervisi klinis. Berikut ini beberapa langkah penting yang harus dilakukan
selama pertemuan balikan.



a.
Menanyakan perasaan
guru secara umum atau kesannya terhadap pengajaran yang dilakukan, kemudian
supervisor berusaha memberikan penguatan (reinforcement).



b.
Menganalisa pencapaian tujuan pengajaran. Di sini
supervisor bersama guru mengidentifikasi perbedaan antara tujuan pengajaran
yang direncanakan dan tujuan pengajaran yang dicapai.



c.
Menganalisa target keterampilan dan perhatian utama guru.
Di sini (supervisor bersama guru mengidentifikasi target ketrampilan dan
perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum dicapai. Bisa jadi pada saat
ini supervisor menunjukkan hasil rekaman observasi, sehingga guru mengetahui
apa yang telah dilakukan dan dicapai, dan yang belum sesuai dengan target
ketrampilan dan perhatian utama guru sebagaimana disepakati pada tahap
pertemuan awal. Apabila dalam kegiatan observasi supervisor merekam proses
belajar mengajar dengan alat elektronik, misalnya dengan menggunakan alat
syuting, maka sebaiknya hasil rekaman ini dipertontonkan kepada guru sehingga
ia dengan bebas melihat dan menafsirkannya sendiri.



d.
Supervisor
menanyakan perasaannya setelah enganalisis target keterampilan dan perhatian
utamanya.



e.
Menyimpulkan
hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses supervisi klinik. Disini
supervisi memberikan kesempatan kepada guru untuk menyimpulkan target
keterampilan dan perhatian utamanya yang telah dicapai selama proses supervisi
klinis.



f.
Mendorong guru
untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus menetapkan rencana
berikutnya.



Demikian tiga pokok dalam proses
supervisi klinik. Ketiga tahap ini sebenarnya berbentuk siklus, yaitu tahap
pertemuan awal, tahap observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan. Rincian
ketiga tahap ini telah dibahas di muka, dan terangkum dalam gambar 6.1 berikut
ini.











Supervisi Klinik Clip_image001

















































Sumber : Didapatkan dari Alexander Mackie College of Advance Education
(1981). Supervision Of Practice Teaching, Primary, Sydney, Australia,
Halaman 2.






Gambar 7.1
Siklus Supervisi Klinis

https://www.facebook.com/profile.php?id=100001069460412

2Supervisi Klinik Empty Re: Supervisi Klinik Fri 09 Apr 2010, 19:31

ralqis

ralqis
[DRI] Pendiri

Dalam pelaksanaan supervisi klinik
sangat diperlukan iklim kerja yang baik dalam pertemuan awal, observasi
pengajaran, maupun dalam pertemuan balikan. Faktor yang sangat menentukan
keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran
adalah kepercayaan (trust) pada guru
bahwa tugas supervisor semata-mata untuk membantu mengembangkan pengajaran guru. Upaya
memperoleh kepercayaan guru ini memerlukan satu iklim kerja yang oleh para
teoritisi disebut dengan istilah kolegial (collegial).
Pelaksanaan supervisi klinik bisa dikatakan telah memiliki iklim kolegial
apabila antara supervisor dan guru bukan” ……. Something that a superordinate (an administrator or supervisor, for
example) does to a teacher, but as a peer-to-peer activity”
(Daresh : 1989,
halaman 218). Di samping ini, untuk melaksanakan supervisi klinik sangat
diperlukan kesediaan supervisor dan guru untuk meluangkan waktunya.
Setiap pelaksanaan supervisi klinik akan memerlukan waktu
yang lama. Lovell dan Wiles menegaskan sebagai berikut:



To implement clinical
supervision, it is essential that supervisors and teachers have time to
participate in various kinds of activities on a continuing basis. Time is
needed for preobservation conferences, observation and analysis of teaching,
and post-observation, feed-back and corrective procedures. Clinical observation
requires in-depth thinking and working together over an extended priod of time
. (Lovell & Wiles 1983,
halaman 211).






C. Orientasi Perilaku Supervisi Akademik


Dalam proses
supervisi klinik perilaku supervisor menentukan keberhasilan dalam membantu
mengembangkan guru. Menurut Glickman (1981), perilaku supervisor dalam proses
supervisi pengajaran meliputi; (1) mendengarkan, (2) mengklarifikasi, (3)
mendorong, (4) mengpresentasikan, (5) memecahkan masalah, (6) bernegosiasi, (7)
mendemonstrasikan, (8) memastikan, (9) standarisasi, dan (10) menguatkan.



Mendapatkan
(listening) berarti supervisor
mendengarkan segala apa yang dikemukakan (kelemahan-kelemahan,
kesulitan-kesulitan, dan masalah-masalah) oleh guru dalam mengelola proses
belajar mengajar. Mengklarifikasi (clarifying)
berarti supervisor mempertegas apa yang dikemukakan oleh guru. Misalnya kepada
guru supervisor bertanya apa yang kamu maksudkan dengan …. ?”. Murid mana yang
kamu maksudkan ?” Mendorong (encounraging)
berarti supervisor mendorong guru agar bersedia mengemukakan kembali, apabila
dirasa belum jelas. Mempresentasikan (presenting)
berarti supervisor mengemukakan persepsi dan pemikirannya terhadap apa saja
yang dikemukakan persepsi dan pemikirannya terhadap apa saja yang dikemukakan
oleh guru. Peran supervisor bersama guru memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi guru. Peran supervisor disini adalah “memancing” guru untuk memecahkan
masalahnya sendiri. Bernegosiasi (negotiating)
berarti supervisor membuat kesepakatan pembagian tugas bersama guru.
Mendemonstrasikan performasi tertentu, sebagai contoh untuk diikuti guru.
Memastikan (directing) berarti
supervisor memastikan kepada guru yang seharusnya dilakukan oleh guru.
Standarisasi (standardization)
berarti bahwa supervisor mengadakan penyesuaian bentuk pengajaran bersama-sama
dengan guru. Sedangkan menguatkan (renforcing)
berarti supervisor menggambarkan kondisi-kondisi menguntungkan bagi pembinaan
guru. Demikianlah, kesepuluh perilaku ini terbentang dalam satu garis kontinum,
seperti dilihat pada gambar 7.2.










1 Mendengar





2 Karifikasi





3 Mendorong





4 Presentasi







5 Pemecahan

Masalah



6 Negoisasi



7Demonstrasi





8 Memastikan





9 Standarisasi





10 Penguatan

Supervisi Klinik Clip_image002 s g

G S



Orientasi perilaku supervisi

TIDAK LANGSUNG KOLABORATIF LANGSUNG



Kunci:

G = Tanggung jawab guru maksimum g = Tanggung jawab guru
minimum


S = Tanggung jawab supervisor maksimum s = Tanggung jawab supervisor minimum




Sumber: Glickman
C.D. (1981), Developmental Supervision,
Alecandria: Association for Supervision and Curriculum Development, halaman 10.






Gambar 7.2 Kontinum Perilaku Supervisi





Gambar 7.2 menunjukkan bahwa perilaku
supervisi pengajaran terbentang dalam satu garis kontinum. Semakin ke kanan
tanggung jawab supervisor (S) banyak (maksimum), sedangkan tanggung jawab guru
(g) sedikit. Perilaku supervisi yang demikian ini berarti berorientasi langsung
(the directive orientation to supervision).
Sebaliknya, semakin ke kiri tanggung jawab supervisor (S) sedikit, sedangkan
tanggung jawab guru (g) besar. Perilaku supervisi yang demikian ini berarti
berorientasi tidak langsung (the
nondirective to supervision
). Sedangkan pada kawasan tengah, seperti
presentasi, pemecahan masalah, dan negosiasi, tanggung jawab antara supervisor
dan guru sama.
Perilaku supervisi yang demikian ini berarti berorientasi kolaboratif (the collaborative to supervision).


1.
Orientasi Langsung


Orientasi perilaku supervisi yang
pertama adalah orientasi langsung. Menurut Glickman (1981), supervisi
pengajaran berorientasi langsung akan mencakup perilaku pokok berupa
klarifikasi, prestasi, demonstrasi, penegasan, standarisasi, dan penguatan.
Hasil akhir dari perilaku supervisi pengajaran ini adalah
tugas bagi guru yang harus dikerjakan dalam satu periode waktu tertentu. Asumsi
yang mendasari orientasi ini sama halnya dengan asumsi dasar psikologi
perilaku, bahwa mengajar itu pada dasarnya merupakan pengkondisian individu
melalui lingkungannya. Mengenai perilaku supervisi pengajaran ini bisa dilihat
pada gambar 6.3.



Apabila
supervisor akan menggunakan orientasi langsung dalam melaksanakan supervisi
pengajaran, maka bentuk aplikasinya dalam proses supervisi klinik akan sebagai
berikut: Pertama, pada saat pertemuan
awal, supevisor mengklarifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh guru dan
barangkali sambil bertanya kepada guru yang bersangkutan untuk mela.kukan
konfirmasi dan revisi seperlunya. Selain itu pada saat ini, supervisor
mempresentasikan ide-idenya mengenai informasi atau data apa saja yang harus
dikumpulkan. Kedua, dilanjutkan
dengan observasi kelas. Di sini peran
supervisor adalah sebagai pengamat untuk mengetahui kondisi sebenarnya dan
bagaimana seharusnya dipecahkan. Ketiga,
pada pertemuan balikan, setelah data dikumpulkan dan dianalisis, supervisor
menegaskan dan mendemonstrasikan tindakan-tindakan pengajaran yang mungkin bisa dilakukan oleh guru. Pada saat
ini pula, supervisor standar pencapaian serta penguatan baik dalam bentuk insentif
material maupun sosial.



Demikianlah aplikasi
orientasi langsung dalam supervisi pengajaran.
Pendek kata, ada lima
perilaku supervisor yang akan sangat menonjol dalam orientasi ini, yaitu:



a. mengklarifikasi masalah-masalah guru, baik melalui
pertemun awal maupun observasi kelas;



b. mempresentasikan ide-ide pemecahan masalah;


c. mendemonstrasikan, sebagai contoh, ide-ide pemecahan
masalah yang harus dilakukan oleh guru, sebagai tugas guru;



d.
menetapkan standar pelaksanaan tugas pemecahan masalah;


e.
memberikan reinforcement
kepada guru agar ia melaksanakan tugas yang diberikan.





2.
Orientasi Kolaboratif





Orientasi perilaku supervisi pengajaran
yang kedua adalah orientasi kolaboratif. Menurut Glickman (1981) supervisi
pengajaran yang berorientasi kolaboratif akan mencakup perilaku-perilaku pokok
berupa mendengarkan, mempresentasikan, pemecahan masalah, dan negosiasi.
Hasil akhir dari
perilaku supervisi pengajaran ini adalah kontrak kerja antara supervisor dan
guru. Asumsi yang mendasari orientasi
supervisi ini adalah sama halnya dengan asumsi yang mendasari psikologi
kognitif, bahwa belajar itu merupakan
hasil perpaduan antara perilaku individu dan lingkungan luarnya.
Mengenai perilaku supervisi pengajaran ini bisa
dilihat pada gambar 7.3.














1 Mendengar





2 Karifikasi





3 Mendorong





4Presentasi







5 Pemecahan

Masalah



6 Negoisasi





7Demonstrasi





8 Memastikan





9 Standarisasi





10Penguatan

Supervisi Klinik Clip_image003 G g

s S



(a) Supervisisor mempresentasikan persepsi
bidang pembinaan


(b) Supervisisor bertanya pada guru
untuk mempersepsikan bidang pembinaan


(c) Supervisisor mendengar-kan
guru


(d) Supervisor dan guru bernegosiasi

(e) Supervisisor dan guru mengajukan alternatif pemecahan



Kunci:

G = Tanggung
jawab guru maksimum


g = Tanggung
jawab guru minimum


S = Tanggung
jawab supervisor maksimum


s = Tanggung
jawab supervisor minimum




Hasil :
Kontrak kerja antara guru dan supervisor





Sumber: Glickman C.D.(1981), Developmental
Supervision, Alecandria: Association for Supervision and Curriculum
Development, halaman 29






Gambar 7.3
Kontinum Perilaku Supervisor-Orientasi Kolaboratif


Apabila supervisor akan menggunakan
orientasi kolabortif dalam melaksanakan supervisi pengajaran, maka bentuk
aplikasinya dalam proses supervisi klinik akan sebagai berikut. Pada pertemuan
awal ini supervisor mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh guru, sehingga ia
betul-betul memahami masalah yang dihadapi guru. Setelah itu, supervisor
bersama guru mengadakan negosiasi untuk menerapkan kapan supervisor akan
melakukan observasi kelas. Setelah pertemuan awal dilanjutkan dengan observasi
kelas. Pada saat ini, supervisor dengan menggunakan instrumen tertentu
mengamati pengajaran guru dan aktivitas murid. Nantinya hasil pengamatan dianalisis. Dalam analisis, supervisor
menyiapkan beberapa pertanyaan untuk mengarahkan pemahaman guru terhadap masalah yang dihadapinya. Pada tahap
pertemuan balikan, supervisor mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dibuat
sebelumnya. Guru menjawab pertanyan-pertanyaan yang diajukan oleh supervisor.
Kemudian supervisor bersama guru mulai memecahkan masalah. Dalam pemecahan
masalah ini sebaiknya antara supervisor
dan guru berpisah, sehingga masing-masing pihak bisa mengidentifikasi altenatif pemecahan
masalah menurut pikiran masing-masing pihak. Kemudian pada hari berikutnya,
kedua belah pihak berkumpul kembali untuk membahas alternatif pemecahan yang
telah dibuatnya. Berdasarkan pembahasan ini, supervisor bersama guru menentukan
alternatif pemecahan terbaik dan membagi tugas untuk mengimplementasikannya.
Mengenai contoh format kontrak kerja pembagian tugas ini bisa dilihat pada
gambar 7.4.



Supervisi Klinik Clip_image004





KONTRAK
SUPERVISI PEMBELAJARAN






________________________________, Guru


________________________________, Supervisor


Tujuan: ……………………………………………………………………


……………………………………………………………………


Aktivitas Guru:


  • ……………………………………………………………………………
  • ……………………………………………………………………………



Aktivitas Supervisor


  • ……………………………………………………………………………
  • ……………………………………………………………………………



Pertemuan berikutnya:








_________________ ________________


Guru Supervisor









Sumber : Didapatkan dari Glickman C.D. (1981), Developmental Supervision, Alecandria: Association for Supervision and
Curriculum Development
, halaman 29






Gambar 7.4
Contoh Format Kontrak Supervisi Pembelajaran








Demikian aplikasi orientasi kolaboratif
dalam supervisi pengajaran. Tampak sekali, bahwa dalam orientasi ini peran
supervisor dan guru sama. Setidaknya ada empat perilaku supervisor yang sangat
menonjol dalam orientasi ini yaitu:



a. mendengarkan masalah-masalah yang dikemukakan oleh
guru, sehingga bisa dipahami secara utuh.



b. mempresentasikan alternatif pemecahan masalah untuk
dipadukan dengan alternatif pemecahan masalah yang dikemukakan oleh guru.



c. memecahkan masalah, dalam, hal ini supervisor bersama
guru membahas alternatif-alternatif pemecahan masalah dan menentukan alternatif
terbaik.



d. supervisor bersama guru mengadakan negosiasi untuk
membagi tugas dalam rangka mengimplementasikan alternatif pemecahan masalah
yang terpilih.





3.
Orientasi Tidak Langsung





Orientasi perilaku suipervisi pengajaran
yang ketiga adalah orientasi tidak langsung. Asumsi yang mendasari psikologi
ini adalah sama halnya dengan asumsi yang mendasari psikologi humanistik bahwa
belajar itu merupakan hasil keinginan
individu untuk menemukan rasionalitas dan dasar-dasar dalam dunia ini. Premis mayor
yang mendasari orientasi ini adalah bahwa guru-guru itu mampu menganalisis dan
memecahkan masalahnya sendiri dalam proses
pembelajaran. Peran supervisor di sini hanya sebagai seorang fasilitator
dengan sedikit memberikan pengarahan kepada guru.



Menurut Glickman (1981), perilaku
supervisi yang berorientasi tidak
langsung akan mencakup dan bernegosiasi. Hasil akhir dari supervisi ini adalah
rencana guru sendiri (Teacher self-plan).
Apabila supervisor pengajaran akan menggunakan orientasi tidak langsung dalam
melaksanakan supervisi pengajaran, maka bentuk aplikasinya dalam proses
supervisi klinik adalah sebagai berikut. Dalam pertemuan awal mini supervisor
mendengarkan keluhan-keluhan guru. Kemudian supervisor bertanya kepada guru
perlu tidaknya diadakan observasi kelas pada saat guru mengajar. Apabila tidak
diperlukan oleh guru berarti tidak ada masalah serius yang dihadapi guru.
Sebaliknya apabila guru meminta supervisor mengobservasikan kelas, maka
dilanjutkan dengan observasi kelas. Supervisor memasuki kelas untuk mengamati
pengajaran guru. Pada saat itu supervisor mengamati bagaimana guru mengajar,
bagaimana murid belajar, mendengarkan penjelasan berdiskusi dan sebagainya.
Setelah, itu semua pengamanan dianalisis dan diinterpretasikan. Apabila perlu,
supervisor menyusun pertanyaan untuk mengklarifikasi hasil-hasil pengamatannya
untuk membantu mengarahkan guru memahami kekurangan dan masalahnya sendiri.
Pada pertemuan balikan, setelah selesai menganalisis dan menginterpretasi,
supervisor bersama guru mengadakan pertemua akhir. Pada saat inilah
diidentifikasi kembali tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada masa yang
akan datang. Gurulah yang harus merencanakan segala sesuatunya yang berhubungan
dengan apa yang akan dilakukan.



Demikianlah aplikasi orientasi tidak
langsung dalam supervisi pengajaran. Berdasarkan uraian ini bisa disimpulkan bahwa dalam orientasi tidak
langsung ini peran supervisor tidak banyak, hanya mengarahkan guru memahami dan
memecahkan masalahnya sendiri Dalam oerientasi tidak langsung ini guru
bertindak sebagai penentu utama (ultimate
determinant
) tentang tindkan-tindakan yang akan dilakukan pada maa yang
akan dating. Gurulah yang harus merencanakan segala sesuatunya yang berhubungan
dengan apa yang akan dilakukan.



Demikianlah tiga orientasi perilaku
supervisi pengajaran. Dalam orientasi
langsung
, perilaku supervisor ditekankan pada prestasi, penegasan,
mendemonstrasikan, standarisasi, dan penguatan, untuk mengembangkan tugas-tugas
bagi guru.
Dalam orientasi kolaboratif,
perilaku supervisor ditekankan pada presentasi, klarifikasi, mendengarkan,
pemecahan masalah, dan negoisasi, untuk mengembangkan kontrak kerja antara
supervisor dan guru. Dalam orientasi
tidak langsung
, perilaku supervisor ditekankan pada mendengarkan,
mendorong, klasifikasi, presentasi, dan pemecahan masalah untuk mengarahkan
guru membuat sendiri rencananya. Berikut ini akan dikemukakan criteria memilih
orientasi perilaku supervisi pengajaran dalam membina pengajaran guru.







D. Kriteria Pemilihan Orientasi Perilaku


Apabila di
atas dikemukakan tiga macam orientasi perilaku supervisi pengajaran, maka
pertanyaannya sekarang adalah orientasi yang manakah yang paling efektif dalam
membina pengajaran guru? Sebenarnya, jika semua guru sama tentu akan mudah
menentukan orientasi perilaku supervisi pengajaran yang paling efektif. Namun
kenyataannya, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi dan perilaku
guru itu tidak sama. Bluimberg (1974) menemukan bahwa guru-guru itu terbagi
menjadi dua kelompok. Atau kelompok ,memiliki persepsi yang kurang positif
tentang supervisor yang memiliki orientasi langsung. Sementara penelitian
Harris (1975) menunjukkan respon positif terhadap orientasi langsung. Zin
(1977) menanyakan kepada guru tentang preferensinya terhadap tiga tipe model
konsultasi. Jawaban-jawaban guru, setelah
dianalisis, menunjukkan bahwa 35% guru memilih model medis/klinis, 46%
guru memilih model perilaku (behavioral model), dan 19% guru memilih model
kesehatan mental ( mental health) (dalam Glicman, 1981).



Pada tahun
1989, Mantja pernah melakukan penelitian tentang supervisi akademik, kasus
pembinaan profesional guru sekolah dasar negeri kelompok budaya etnik Madura di
Kraton, kabupaten Paogadung. Penelitian ini berangkat dari rumusan masalah,
yaitu bagaimanakah respons para guru
sekolah dasar negeri kelompok budaya etnik Madura di Kraton, yang
menjadi subyek penelitian ini, terhadap kegitan layanan supervisi yang selama
ini dilakukan terhadap mereka?
Tujuan
penelitian ini adalah untuk meningkatkan



1.
proses supervisi
(siklus, teknik, balikan) yang dilakukan oleh para supervisor,



2.
pola pendekatan
supervisi yang diimplementasikan, dan yang lebih dikuasai para guru,



3.
respons dan
sikap guru terhadap pendekatan supervisi itu,



4.
karakteristik
budaya etnik yang diidentifikasi oleh para pendukung lainnya, dan



5.
dampak
karakeristik budaya etnik budaya tersebut terhadap pemilihan pendekatan
supervisi.






Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Dimana datanya diperoleh melalui strategi datau teknik wawancara
komprehensif, pengamatan berperan serta, dan dokumentasi, yang direkam dalam
catatan pengamatan lapangan. pada akhir penelitian ini ditemukan empirik, namun
yang paling esensial bagi kajian buku ini adalah satu temuan, yaitu bahwa para
guru lebih menyukai terbukanya kesempatan menggunakan gagasan dan menanggapi
balikan, dan tidak menyukai apabila hanya menerima balikan begitu saja.
Pernyatan ini mengisyaratkan, bahwa guru lebih menyukai pola pendekatan
(orientasi perilaku) supervisi kolaboratif dan tidak langsung. Para guru kelompok
etnik Madura, yang menjadi subyek penelitian ini, tidak menyukai
pendekatan secara langsung.



Sebenarnya,
tidak ada satupun orientasi perilaku supervisi pengajaran yang efektif untuk
semua guru. Hal ini sangat ditentukan (tergantung) oleh karakteristik guru,
seperti tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, kematangan profesional, dan
karakteristik personal lainnya (Sergiovanni 1987, dan Daresh 1989). Sedangkan
menurut Glickman (1981) ada dua apek pada guru yang harus dipertimbangkan oleh
supervisor sebelum menentukan
orientasinya, yaitu (1)komitmen guru (teacher’s
commitment
) dan (2) kemampuan berpikir guru secara abstrak (teacher’s ability to think abstractly).





1.
Tingkat Komitmen





Aspek pertama yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan orientasi perilaku supervisi pengajaran adalah tingkat komitmen guru. Komitmen lebih luas
daripada “Consern” sebab komitmen itu
mencakup waktu dan usaha. Tingkat komitmen guru terbentang dalam satu garis
kontinum, bergerak dari yang paling rendah ke yang paling tinggi (Glickman
1981). Gambar 6.5 menunjukkan hal ini. Seorang guru yang tidak atau kurang
memiliki komitmen biasanya bekerja semata-mata memandang dirinya sendiri,
kurang mau berusaha mengembangkan diri.



Gambar 6.5 menjelaskan kepada kita, bahwa
ciri-ciri seorang guru yang rendah komitmennya cenderung sebagai berikut:



1. sedikit sekali perhatiannya terhadap murid-murid,


2. waktunya yang disediakan untuk mengembangkan kerjanya
sangat sedikit dan



3. perhatiannya hanya mempertahankan jabatannya.


Seorang guru yang komitmennya tinggi
cenderung sebagai berikut



1.
perhatiannya
tinggi terhadap murid-murid dan guru-guru lainnya,



2.
waktu dan
tenaganya yang disediakan banyak sekali,



3.
dan perhatian utamanya adalah bekerja sebanyak mungkin
bagi kepentingan orang lain.



Rendah

·
Sedikit
perhatian terhadap murid


·
Sedikit waktu
dan tenaga yang dikeluarkan


·
Perhatian utama adalah mempertahankan job

Tinggi

·
Tinggi perhatian terhadap murid dan guru lain

·
Banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan

·
Bekerja sebanyak mungkin untuk orang lain


Sumber:
Glickman C.D.(1981), Developmental
Supervision
, Alecandria: Association for Supervision and Curriculum
Development, halaman 43.






Gambar 7.5
Kontinum Komitmen Guru




2.
Tingkat Abstraksi





Aspek kedua yang harus dipertimbangkan
dalam menentukan orientasi perilaku supervisi pengajaran adalah tingkat
abstraksi guru. Tingkat abstraksi guru yang dimaksudkan di sini adalah tingkat
kemampuan guru mengelola pengajaran, mengklarifikasi masalah-masalah
pengajarannya (pengelolaan, disiplin, pengorganisasian dan minat murid),
menentukan alternatif pemecahan masalah, dan kemudian merencanakan
tindakan-tindakannya. Hasil penelitian Harvey
(1966) dan Hunt dan Joyce (1967) menunjukkan bahwa guru-guru tingkat
perkembangan kognitif tinggi, dimana pemikiran abstrak atau simboliknya sangat
dominan mampu berfungsi dengan lebih
kompleksitas di dalam kelas.



Menurut Glickman (1981) tingkat abstraksi
guru terbentang dalam satu garis kontinum, mulai dari rendah, menengah dan
tinggi, sebagaimana terlihat pada gambar 7.6. Guru-guru yang memiliki kemampuan
berpikir abstrak rendah tidak merasa bahwa mereka memiliki masalah-masalah
pengajaran, atau apabila mereka merasakannya mereka sangat bingung tentang
masalahnya. Mereka tidak tahu apa yang bisa dikerjakan. Guru-guru yang memiliki
kemampuan berpikir abstrak menengah biasanya bisa mendefinisikan masalah
berdasarkan bagaimana mereka melihatnya. Mereka bisa memikirkan satu atau dua
kemungkinan tindakan, tetapi mereka mengalami kesulitan dalam memikirkan
rencana yang komprehensif. Guru-guru yang memiliki kemampuan abstrak tingkat
tinggi bisa memandang masalah-masalah pengajaran dari banyak perspektif (diri
sendiri, murid, orang tua, administrator, dan alat pelajaran), dan mengumpulkan
banyak rencana alternatif. Selanjutnya mereka bisa memilih satu rencana dan
memikirkan langkah-langkah pelaksanaan.






Tingkat Berpikir Abstrak

Rendah

Sedang

Tinggi

·
Bingung
mengenai masalah


·
Tidak tahu
tentang apa yang bisa dilakukan


·
“Tunjukkan”

·
Mempunyai satu atau dua respons biasa terhadap
masalah


·
Bisa
mendefinisikan masalah


·
Bisa memikirkan satu atau dua kemungkinan pemecahan
masalah


·
Mempunyai kesulitan membuat perencanaan yang
komprehensif pelaksanaan pemecahan


·
Bisa memikirkan masalah dari berbagai perspektif

·
Bisa
mengumpulkan banyak alternatif perencanaan


·
Bisa memilih
satu perencanaan dan memikirkan langklah-langkah



Sumber: Glickman C.D.(1981), Developmental Supervision, Alecandria:
Association for Supervision and Curriculum Development, halaman 46.



Gambar 7.6
Tingkat Berpikir Abstrak




3.
Perpaduan
Tingkat Komitmen dan Tingka Abstraksi





Dengan
menggunakan dua variabel perkembangan, yaitu tingkat komitmen guru dan tingkat
abstraksi guru, supervisor bisa mengukur individu guru. Pengukuran ini bisa
ditetapkan dengan satu paradigma sederhana yang menghilangkan kedua garis
kontinum, yaitu garis kontinum abstraksi yang juga begerak dari rendah ke
tinggi. Dengan demikian, menurut Glickman (1981) akan ditemukan empat kuadran
yang mendefinisikan kategori guru. Pertama guru-guru yang dikategorikan
sebagai teacher dropouts. Guru-guru
demikian ini memiliki komitmen dan kemampuan berpikir abstrak yang rendah. Kedua, guru-guru yang memiliki komitmen
tinggi teapi tingkat kemampuan berpikir abstraknya rendah. Ketiga guru-guru
yang dikategorikan sebagai analytical observers. Guru-guru demikian
ini memiliki kemampuan berpikir abastrak tinggi, tetapi komitmennya rendah.
Sedangkan ke empat, guru-guru yang dikategorikan sebagai profesionals.
Guru-guru demikian ini memiliki komitmen dan kemampuan berpikir abstrak yang tinggi.



Orientasi
dari empat kategori di atas,k adalah supervisor dapat menentukan perilaku
supervisi pengajaran yang harus digunakan dalam membina guru, kategori pertama
menggunakan sistem orientasi kolabortif pada presentasi, kategori kedua
menggunakan sistem orientasi kolabortif pada negosiasi.
Sedangkan kategori ke empat menggunakan sistem
orientasi tidak langsung.

https://www.facebook.com/profile.php?id=100001069460412

Kembali Ke Atas  Message [Halaman 1 dari 1]

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik