5. Saluran kesenian
Saluran
Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan
wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi
ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat
syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita
Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran
nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat
Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni
bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi
selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam
terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya
Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun
di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam
secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk
Islam.
Untuk
lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia
Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang
penerimaan Islam yang sebenarnya:
a.
Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di
beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain
yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa
keluarga penguasa local yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan
pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa
pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa
lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi
persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari
Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke
agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas
Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa lmperium
wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia.
Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga
sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para
penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di
wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka
dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di
wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya
Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah
setempat.
c. Lebih
menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan
elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi
kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas
pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil
menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya
ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam
kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Tidak
terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di
Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh
para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor
penyebaran lslam yang sangat penting.
B. Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
Sejak
abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di
Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran
dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia
sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan
muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti
Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah
(660-749).
Mulai
abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab
sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke
negeri China. Pada
masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang,
telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim
di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah
seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di
China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid
Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi).
Karena
itu, sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah
perkembangan Islam di negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat
dekat Nabi Muhammad SAW sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin
banyak orang Muslim berdatangan ke negeri China baik sebagai pedagang
maupun mubaligh yang secara khusus melakukan penyebaran Islam. Sejak
abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang di daerah bagian
Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China Selatan. Namun ini
menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah Asia
Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad
tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para
pedagang dan munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga
menempuh pelayaran melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia
Tenggara dapat dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang
musafir Budha, yang mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya
kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671. Ia kemudian berlayar menuju arah
selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di Sumatera Selatan). Selain
pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa Dinasti yang
terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat untuk
menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Dari
sumber tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut
beberapa ahli, yang dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang
dimaksud dengan Ta-Shih adalah Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia
dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara sejak abad-7 dengan membawa
ajaran Islam.
Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta
Shih. Ada yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera
atau di Palembang. Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang
di daerah Terengganu. Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa
tempat tersebut berada di bagian Barat Asia Tenggara. Juga ada
pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari Hikayat Dinasti Tang yang
melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan orang Ta-Shih dan
Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo) untuk
membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899).
Setelah
melakukan perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan
Po-Se menyingkir dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk
meminta perlindungan dari kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini
terlihat bahwa orang Arab dan Persia yang sudah merupakan komunitas
Muslim itu mampu melakukan kegiatan politik dan perlawanan terhadap
penguasa China. Ada beberapa pendapat dari para ahli sejarah mengenai
masuknya Islam ke Indonesia :
1.
Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad
ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke
Tiongkok
dan sudah mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam
masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
2.
Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M.
Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab
Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling
(Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan
pemerintah Ratu Shima di Jawa.
3.
Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada
tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang
berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M.
4.
Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20
Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada
abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi
ialah pasisir Sumatera.
Sedangkan
perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya
kerajaankerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
a. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina;
b.
Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan
Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam
Islam;
c. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).
C. Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara
yang tidak terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi
pun di monopoli oleh mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam
sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia
Tenggara. Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah
di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir
darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.
Namun
dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal.
Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang
pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan.
Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap
Muslim diharapkan mampu membaca al Qur’an dan memahami asas-asas Islam
secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan
digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya
bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa
sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa
Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.
Sejumlah
karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera
bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan
Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi
daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini.
System
pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid
atau Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga
seperti pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera
berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera
di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului kedatangan
Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di
selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan
intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari
itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di
bawah bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini
melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam
di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam,
kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di wilayah
ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan
hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran para
ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau
paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam
muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif
mereka. Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi
lain, juga melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik
diantara penduduk yang telah di Islamkan.
Saluran
Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan
wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi
ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat
syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita
Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran
nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat
Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni
bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi
selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam
terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya
Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun
di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam
secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk
Islam.
Untuk
lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia
Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang
penerimaan Islam yang sebenarnya:
a.
Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di
beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain
yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa
keluarga penguasa local yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan
pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa
pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa
lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi
persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari
Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke
agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas
Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa lmperium
wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia.
Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga
sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para
penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di
wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka
dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di
wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya
Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah
setempat.
c. Lebih
menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan
elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi
kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas
pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil
menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya
ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam
kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Tidak
terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di
Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh
para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor
penyebaran lslam yang sangat penting.
B. Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia
Sejak
abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di
Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran
dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia
sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan
muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti
Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah
(660-749).
Mulai
abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab
sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke
negeri China. Pada
masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang,
telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim
di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah
seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di
China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid
Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi).
Karena
itu, sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah
perkembangan Islam di negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat
dekat Nabi Muhammad SAW sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin
banyak orang Muslim berdatangan ke negeri China baik sebagai pedagang
maupun mubaligh yang secara khusus melakukan penyebaran Islam. Sejak
abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang di daerah bagian
Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China Selatan. Namun ini
menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah Asia
Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad
tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para
pedagang dan munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga
menempuh pelayaran melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia
Tenggara dapat dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang
musafir Budha, yang mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya
kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671. Ia kemudian berlayar menuju arah
selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di Sumatera Selatan). Selain
pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa Dinasti yang
terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat untuk
menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Dari
sumber tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut
beberapa ahli, yang dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang
dimaksud dengan Ta-Shih adalah Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia
dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara sejak abad-7 dengan membawa
ajaran Islam.
Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta
Shih. Ada yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera
atau di Palembang. Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang
di daerah Terengganu. Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa
tempat tersebut berada di bagian Barat Asia Tenggara. Juga ada
pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari Hikayat Dinasti Tang yang
melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan orang Ta-Shih dan
Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo) untuk
membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899).
Setelah
melakukan perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan
Po-Se menyingkir dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk
meminta perlindungan dari kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini
terlihat bahwa orang Arab dan Persia yang sudah merupakan komunitas
Muslim itu mampu melakukan kegiatan politik dan perlawanan terhadap
penguasa China. Ada beberapa pendapat dari para ahli sejarah mengenai
masuknya Islam ke Indonesia :
1.
Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad
ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke
Tiongkok
dan sudah mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam
masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
2.
Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M.
Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab
Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling
(Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan
pemerintah Ratu Shima di Jawa.
3.
Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada
tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang
berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M.
4.
Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20
Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada
abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi
ialah pasisir Sumatera.
Sedangkan
perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya
kerajaankerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
a. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina;
b.
Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan
Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam
Islam;
c. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39).
C. Perkembangan Keagamaan dan Peradaban
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara
yang tidak terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi
pun di monopoli oleh mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam
sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia
Tenggara. Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah
di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir
darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.
Namun
dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal.
Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang
pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan.
Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap
Muslim diharapkan mampu membaca al Qur’an dan memahami asas-asas Islam
secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan
digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya
bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa
sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa
Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu.
Sejumlah
karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera
bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan
Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi
daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini.
System
pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid
atau Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga
seperti pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera
berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera
di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului kedatangan
Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di
selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan
intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari
itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di
bawah bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini
melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam
di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam,
kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di wilayah
ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan
hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran para
ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau
paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam
muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif
mereka. Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi
lain, juga melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik
diantara penduduk yang telah di Islamkan.