Jumlah pengidap HIV-AIDS di Kota Bandung berada di posisi teratas
se-Jawa Barat. Hingga April 2009, menurut Kepala Seksi Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Bandung Fetty
Sugiharti, tercatat ada 1.744 orang. Sebagian besar berusia produktif
dan berstatus sebagai pelajar.
Dari 1744 kasus itu, 885 orang diketahui mengidap HIV dan 859 orang
adalah penderita AIDS. Sebanyak 3,2 persen berasal dari kalangan siswa
berusia 15-19 tahun. ”Paling banyak 62 persen berumur 20-25 tahun,”
kata Fetty dalam sebuah workshop HIV-AIDS di Bandung, Rabu (17/6).
Penyebab penularan paling banyak, hampir 66 persen, berasal dari
pemakaian jarum suntik pengguna narkoba. Sementara akibat hubungan
heteroseksual mencapai 23 persen. Umumnya, pengidap HIV-AIDS yang
berusia dewasa, telah tertular sejak di bangku SMP atau SMA.
Untuk menekan jumlah kasus itu, menurut dia, di Kota Bandung kini harus
ada kurikulum khusus tentang HIV-AIDS. Modul kesehatan untuk remaja
yang dirintis sejak 2005 oleh World Population Foudation Indonesia,
misalnya, bisa menjadi acuan untuk diterapkan ke siswa. ”Pokoknya
sampai (siswa) bisa berkata tidak, agar tak tertular HIV AIDS,”
tandasnya.
Di forum yang sama, Kepala Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani
Departemen Pendidikan Nasional Widaninggar Widjadjanti mengatakan,
pihaknya telah melatih para guru dan kepala sekolah di daerah untuk
mengantisipasi siswa tertular HIV-AIDS. Selain itu, sekolah juga
dibebaskan menerapkan pendidikan kecakapan hidup di tingkat SMP dan SMA
sejak 1992 untuk mencegah maraknya HIV-AIDS di kalangan pelajar. Walau
begitu, dia mengakui pihaknya belum bisa menjangkau seluruh guru yang
berjumlah dua juta orang lebih dan seluruh sekolah.
Penerapan modul kesehatan untuk remaja yang dirintis sejak 2005 bagi
kalangan siswa SMA pun sejauh ini belum merata. Menurut project manager
World Population Foudation Indonesia Wati Darwisyah, ujicoba modul baru
dilakukan di kalangan guru Jakarta, Jambi, Lampung, dan Bali. Program
Dunia Remajaku Seru atau Daku itu memuat 15 bab program pelajaran
kesehatan, terutama terkait HIV-AIDS. Misalnya berisi pengenalan diri,
perlidungan dari penyakit menular, dan rencana hidup masa depan.
sumber
se-Jawa Barat. Hingga April 2009, menurut Kepala Seksi Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Bandung Fetty
Sugiharti, tercatat ada 1.744 orang. Sebagian besar berusia produktif
dan berstatus sebagai pelajar.
Dari 1744 kasus itu, 885 orang diketahui mengidap HIV dan 859 orang
adalah penderita AIDS. Sebanyak 3,2 persen berasal dari kalangan siswa
berusia 15-19 tahun. ”Paling banyak 62 persen berumur 20-25 tahun,”
kata Fetty dalam sebuah workshop HIV-AIDS di Bandung, Rabu (17/6).
Penyebab penularan paling banyak, hampir 66 persen, berasal dari
pemakaian jarum suntik pengguna narkoba. Sementara akibat hubungan
heteroseksual mencapai 23 persen. Umumnya, pengidap HIV-AIDS yang
berusia dewasa, telah tertular sejak di bangku SMP atau SMA.
Untuk menekan jumlah kasus itu, menurut dia, di Kota Bandung kini harus
ada kurikulum khusus tentang HIV-AIDS. Modul kesehatan untuk remaja
yang dirintis sejak 2005 oleh World Population Foudation Indonesia,
misalnya, bisa menjadi acuan untuk diterapkan ke siswa. ”Pokoknya
sampai (siswa) bisa berkata tidak, agar tak tertular HIV AIDS,”
tandasnya.
Di forum yang sama, Kepala Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani
Departemen Pendidikan Nasional Widaninggar Widjadjanti mengatakan,
pihaknya telah melatih para guru dan kepala sekolah di daerah untuk
mengantisipasi siswa tertular HIV-AIDS. Selain itu, sekolah juga
dibebaskan menerapkan pendidikan kecakapan hidup di tingkat SMP dan SMA
sejak 1992 untuk mencegah maraknya HIV-AIDS di kalangan pelajar. Walau
begitu, dia mengakui pihaknya belum bisa menjangkau seluruh guru yang
berjumlah dua juta orang lebih dan seluruh sekolah.
Penerapan modul kesehatan untuk remaja yang dirintis sejak 2005 bagi
kalangan siswa SMA pun sejauh ini belum merata. Menurut project manager
World Population Foudation Indonesia Wati Darwisyah, ujicoba modul baru
dilakukan di kalangan guru Jakarta, Jambi, Lampung, dan Bali. Program
Dunia Remajaku Seru atau Daku itu memuat 15 bab program pelajaran
kesehatan, terutama terkait HIV-AIDS. Misalnya berisi pengenalan diri,
perlidungan dari penyakit menular, dan rencana hidup masa depan.
sumber